Data Covid-19 Tidak Sama Akan Berdampak Terhadap Wisata Dan Ekonomi

Data Covid-19 Kota Semarang yang selisih hingga ribuan.
Data Covid-19 Kota Semarang yang selisih hingga ribuan.

PPKM Darurat yang diperpanjang menjadi PPKM Level 4 di Kota Semarang, membuat Pemkot dan stakeholder lainnya bekerja ekstra keras untuk menurunkan angka seberan Covid-19.


Melalui berbagai upaya, peningkatan kedisiplinan masyarakat terhadap protokol kesehatan dan menjalankan aturan pemerintah, Kota Semarang berhasil menurunkan angka Covid-19 secara signifikan.

Dari yang awal PPKM Darurat hampir diangka 10 ribu, kini hanya diangka 1.000 an. Namun upaya tersebut seperti sia-sia,  karena data Pemkot Semarang yang dilaporkan Provinsi Jateng ke Pemerintah Pusat memiliki selisih hingga ribuan.

"Ini ada perbedaan yang sangat signifikan. Misal data di DKK Kota Semarang hari ini jumlah pasien terpapar sudah turun di angka 1.051, sementara data di Pemprov masih 2.310. Beberapa hari sebelumnya masih ada selisih hingga 5 ribuan. Ini jelas mempengaruhi pemerintah pusat dalam mengambil keputusan," terang Gus Wahid, Koordinator Pegiat Wisata Kota Semarang, Minggu (1/8/2021).

Alhasil lanjut Gus Wahid, dengan data yang disampaikan Pemprov Jateng ke pusat, lahirlah keputusan bahwa PPKM di Kota Semarang masih di level 4. Namun dengan melihat fakta dan adanya selisih data, selayaknya level PPKM di Kota Semarang bisa turun lebih baik.

Dengan berada di level 4 itu pula, seluruh sektor ekonomi masih cukup lumpuh karena masih banyak pembatasan. Berbeda halnya jika berada di bawah level 4, tentu pembatasan yang dilakukan jauh lebih longgar dan ekonomi bergulir semakin baik.

"Mohon kiranya pihak-pihak terkait dapat lebih sinkron dalam memasukkan data. Masyarakat yang terkena imbasnya jika terus salah dalam input data, apalagi selisihnya sampai ribuan. Pemerintah yang salah, namun masyarakat yang menanggung akibatnya. Kami ini sudah jatuh tertimpa tangga, kerubuhan rumahnya juga,” keluhnya sembari berkelakar.

Gus Wahid menambahkan, pihaknya sangat mengapresiasi langkah yang dilakukan Pemkot Semarang dalam melaksanakan PPKM. Kedisiplinan dan langkah strategis pembatasan mobilitas warga, terbukti efektif menurunkan angka paparan virus.

"Ini harus diapresiasi, jangan sampai langkah efektif Pemkot Semarang tidak mendapat apresiasi positif dari pemerintah pusat. Dengan langkah tersebut, selayaknya kita berada di level 2 atau 3 PPKM. Ini jelas merugikan warga, kasihan juga Pemkot dan Pak Wali Kota Semarang yang sudah bekerja keras dan sudah membuahkan hasil namun seolah tidak diakui hanya gara-gara selisih angka,” tandasnya.

Lebih jauh Gus Wahid mengatakan, Pemprov Jateng sebagai pihak yang melakukan iput data ke pusat, dinilainya memiliki peran penting dalam melakukan sinkronisasi ini. 

"Saya berharap mereka lebih profesional dan semakin cermat dalam melakukan input data," pungksnya.

Senada, Ketua Kadin Kota Semarang Arnaz Agung Andrarasmara juga mempertanyakan adanya perbedaan data Covid-19 antara Kota Semarang dengan Pusat.

Selain itu, dia menyebut data Covid-19 antara Kota Semarang dengan Provinsi Jawa Tengah juga ada perbedaan.

"Saya cek data Covid-19 yang masih proses perawatan di Kota Semarang itu sekitar 1.051 kasus, sementara yang di Provinsi kok masih 2.310. ini kan perbedaannya banyak sekali," kata Arnaz.

Arnaz menilai, perbedaan data seperti ini bisa berpotensi besar bagi masyarakat Kota Semarang. Apabila data Covid-19 masih relatif tinggi, akan menentukan status level pada Kota Semarang.

Bagi dia, hal tersebut sangat berdampak pada sektor UMKM di Kota Semarang. Selain itu, para pengusaha juga terdampak.

"Ini akan sangat berdampak bagi pelaku usaha, khususnya yang UMK. Karena PPKM dan aktivitas usaha juga sangat terpuruk," kata dia.

Arnaz meminta, perbedaan data tersebut dapat segera dibenahi oleh pemerintah. Menurutnya, dengan data yang aktual sangat diperlukan masyarakat, khususnya pelaku usaha.

Dia berharap ada koordinasi dan sinkronisasi antar institusi supaya data yang disajikan ke masyarakat dapat sejalan.

"Kalau datanya masih beda-beda, kan membingungkan. Masyarakat dan pelaku usaha yang selama ini selalu mendukung pemerintah dalam berbagai kebijakan seperti pengurangan mobilitas, melakukan vaksinasi dan sebagainya  jadi seperti sia sia," pungkas Arnaz.