Dewan Sebut Kenaikan Pajak dan Retribusi di Kota Semarang Berlaku Mulai 2025

Suasana rapat pansus di Ruang Paripurna. RMOL Jateng
Suasana rapat pansus di Ruang Paripurna. RMOL Jateng

DPRD Kota Semarang menggelar rapat panitia khusus (pansus) terkait pembahasan pajak daerah dan retribusi daerah di ruang rapat paripurna, Selasa (3/10).


Ketua Pansus Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Johan Rifai menyebut, ada beberapa dasar menjadi patokan dalam menyelenggarakan pansus yakni UU No. 1 Tahun 2022 dan PP No 35 Tahun 2023 tentang ketentuan umum pajak daerah untuk meminta kota dan kabupaten menyesuaikan tarif pajak dan retribusi.

Selain itu, Johan menyebut jika sumber pendapatan asli daerah (PAD) dari kabupaten dan kota sebagian besar berasal dari pajak dan retribusi.

"Saya rasa ketika ada aturan ini implikasinya akan ada kenaikan, baik pajak maupun retriibusi," jelas Johan.

Hanya saja, untuk di Kota Semarang rencana kenaikan tarif retribusi maupun pajak daerah akan direalisasikan tahun 2025.

"Kota Semarang ada kebijakan khusus dari Bu Wali karena 2024 ingin agar suasana kondusif dulu karena tahun politik maka bisa ditunda dan harapannya berlaku pada tahun 2025," bebernya.

Johan mengatakan, penundaan ini artinya tetap akan berlaku kenaikan tarif namun ada pengecualian atau kekhususan, misalnya pajak bumi dan bangunan (PBB) diberikan diskon-diskon khusus.

Kenaikan pajak dan retribusi tengah dibahas misalnya retribusi bagi pedagang baik jualan dasaran maupun kios akan mengalami kenaikan harga retribusi per meter. Pemerintah harus memperbaiki fasilitas serta sarana prasarana pendukung dengan adanya kenaikan pajak dan retribusi. 

"Misalnya kios yang dimiliki sekolahan atau kantor kecamatan untuk kantin, tempat fotokopi yang dikelola pihak ketiga itu harus membayar sewa," tuturnya.

Selain itu, bangunan-bangunan komersil di atas lahan milik pemkot juga harus ditarik retribusi. Misalnya pujasera di Kecamatan Ngaliyan berdiri di lahan Pemkot harus ditarik retribusi.

"Seperti lapangan-lapangan itu juga ada kenaikan harga karena lapangan Pemkot sudah sejajar seperti milik swasta tapi tarif kita masih murah, jadi perlu penyesuaian," paparnya.

Pada prinsipnya, lanjut Johan, semua aset milik pemerintah baik yang dikelola Dinas, Kecamatan ataupun Kelurahan seperti aula nantinya akan dikenakan biaya sewa. Sehingga tarif sewa tersebut akan masuk ke kas daerah.

"Jadi kita jelas misalnya mau pakai nikahan ada yang perlu diserahkan ke kasda. Tapi ada digratiskan misalnya biaya makam," pungkasnya.