Hindari Kerumunan, Mahakarya Goa Kreo 2021 Dikemas Secara Virtual

Event tahunan yang diadakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Semarang yakni Mahakarya Goa Kreo, pada tahun 2021 ini diadakan berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, yakni secara virtual.


Event tahunan yang diadakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Semarang yakni Mahakarya Goa Kreo, pada tahun 2021 ini diadakan berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, yakni secara virtual.

Kepala bidang Kesenian Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang, Ade Bhakti Ariawan mengatakan jika hal ini dilakukan untuk menghindari adanya kerumunan penonton jika pagelaran digelar secara offline.

"Pertunjukkan ini harus dilaksanakan karena ini adalah pagelaran tahunan tradisi dari desa wisata Kandri, namun kali ini dikemas berbeda agar tidak ada kerumunan maka kami dengan teman-teman menciptakan sebuah pertunjukan virtual dengan teknologi animasi, dengan mengedepankan prokes di masa pandemi ini," kata Ade, Senin (17/5).

Event tahunan yang sudah diadakan sejak tahun 2017, pada tahun ini akan menyatukan perpaduan seni budaya dengan teknologi animasi (3D), untuk menambah daya tarik anak muda agar mau ikut menyaksikan pagelaran Mahakarya Goa Kreo.

"Sebelumnya kita mempunyai suatu tradisi budaya yang seharusnya tidak kalah, tapi bagaimana kita harus bisa mengkomunikasikan atau mengemasnya, sehingga itu bisa menjadi keren dimata anak-anak muda di jaman sekarang, sehingga budaya dan tradisi tidak akan hilang dengan pertunjukkan online seperti ini," paparnya.

Pagelaran tapping diselenggarakan pada 17 Februari 2021, kemudian untuk pengerjaan membutuhkan waktu 3 bulan hingga akhirnya bisa diunggah di channel youtube @disbudparkotasemarang pada tanggal 15 Mei 2021.

Kali ini Disbudpar Kota Semarang berkolaborasi dengan Komite Ekonomi Kreatif Kota Semarang, karena animasi adalah bagian dari sub sektor ekonomi kreatif.

Animator and Special FX, Narotama mengatakan, tidak ada kendala yang berat saat mengerjakan MahakaryaGoa Kreo. Hanya saja tantangan utamanya adalah mencari referensi desain bangunan pada masa lalu.

"Tantangannya adalah kami harus mencari referensi dimana secara literatur desain bangunan pada zaman majapahit, arsitek bangunan masjid Demak, rumah dan pedesaan pada zaman lalu, itu kita harus bisa membuat senatural mungkin pada setting pada tahun itu," jelas Narotama.

Diharapkan dengan kolaborasi hasil 3D, animasi dan sendratari ataupun wayang orang dengan keterbatasan pertunjukkan online, bisa menarik minat generasi muda untuk menonton kisah budaya di Semarang.