Pakar Hukum Tata Negara/Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS)
Prof. Dr. Aidul Fitriciada Azhari mengatakan, saat ini pihaknya melihat kecenderungan politik pragmatis di Indonesia, salah satu contoh diantaranya wacana penambahan masa jabatan presiden 3 periode. Hal tersebut merupakan tindakan yang bertentangan dengan UUD dan MPR sudah menyatakan menolak amandemen UUD 45.
- Disdik Harap Identitas Pelaku Perundungan Tidak Menyebar
- Wali Kota Hendi Dikukuhkan Sebagai Mahasiswa Baru Doktoral Undip
- Dosen ISI Solo Gelar Aksi Damai Tuntut Pencairan Tunjangan Kinerja
Baca Juga
Hal tersebut disampaikan Prof Aidul Fitriciada dalam Seminar Nasional dan Call for Papers Aktualisasi Pancasila Dalam Sistem Demokrasi Konstitusional Indonesia, pada sesi penutupan Rabu (6/7/2022).
“Dalam seminar ini sepakat bahwa saat ini bangsa Indonesia cenderung melakukan politik pragmatis, salah satu contohnya wacana jabatan presiden tiga periode. Hal ini sangat menentang UUD 45. Kami ingin meluruskan hal tersebut.” Ungkap Prof Aidul, yang merupakan satu dari lima pembicara dalam seminar yang digelar di Alana Hotel Solo.
Seminar Nasional dan Call for Papers tersebut merupakan kerjasama antara MPR RI dengan Magister Ilmu Hukum UM), Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah (MAHUTAMA) dan Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial (HIPIS).
Kegiatan ini dibagi kedalam tiga sesi. Sesi pertama adalah Seminar Nasional yang menghadirkan Keynote Speaker Dr. H. Muhammad Hidayat NurWahid, Lc, MA yang merupakan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Periode 2019-2024. Dengan lima nara sumber yakni Prof. Dr. M DinSyamsuddin, MA (Pakar Politik Islam/Guru Besar FISIP Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah), Prof. Sofyan Effendi, MPA, PhD (Pakar Ilmu Pemerintahan/Guru Besar FISIP Universitas Gadjah Mada), Prof. Dr. Aidul Fitriciada Azhari, S.H., M.Hum. (Pakar Hukum Tata Negara/Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta), Dr. Ma’ruf Cahyono, S.H., M.H(Sekretaris Jenderal MPR-RI), dan Dr. Ma’mun Murod, M.Si. (Pakar Politik/Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta).
Pada sesi yang kedua dilanjutkan dengan kegiatan diskusi panel, tujuannya saling mendiskusikan pemikirannya dengan para panelis, diikuti 36 orang pemateri yang berasal dari berbagai penjuru di Indonesia.
Kegiatan diskusi panel ini dibagi dalam empat kelompok dengan tema yang berbeda-beda. Kelompok Panel I mendiskusikan tema Aktualisasi Pancasila dalam Perubahan UUD 1945, kelompok panel II mendiskusikan Aktualisasi Pancasila dalam Sistem Pemerintahan Negara, kelompok III membahas Aktualisasi Pancasila dalam Sistem Hukum dan Perundang-undangan, dan kelompok terakhir panel IV mendiskusikan Aktualisasi Pancasila dalam Pembentukan Etika Bernegara.
“Ada lima rekomendasi dalam seminar ini yakni Pancasila adalah perwujudan darul ahdi wa syahadah yang meyakini Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia (darul ahdi) yang sudah selesai disepakati pada tanggal 18 Agustus 1945 dan karenanya Pancasila harus diaktualkan sebagai bentuk kesaksian (darul syahadah) dalam kehidupan kebangsaan dan kenegaraan,” ungkap Prof Aidul.
Kedua, Demokrasi konstitusional Indonesia adalah demokrasi permusyawaratan yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial. Oleh karenanya demokrasi konstitusional Indonesia bukan saja terwujud dalam bentuk demokrasi politik, setatpi juga bentuk demokrasi ekonomi;
Ketiga; Sistem demokrasi yang berkembang setelah Amandemen UUD NRI Tahun 1945 belum sepenuhnya mengaktualkan nilai-nilai Pancasila yang ditandai dengan berkembangnya kecenderungan demokrasi berwatak liberal yang ditandai dengan menguatnya kekuatan oligarki ekonomi yang mengendalikan kehidupan politik dan pemerintahan yang pada gilirannya melahirkan kebijakan-kebijakan tidak berorientasi pada kesejahteraan rakyat.
Keempat; Aktualisasi Pancasila harus dilakukan secara komprehensif di semua lini kehidupan berbangsa dan bernegara, yakni mulai dari aspek aktualisasi Pancasila dalam Perubahan UUD 1945, Sistem Pemerintahan Negara, Sistem Hukum dan Perundang-undangan.
Dan amandemen UUD NRI Tahun 1945 perlu menghidupkan kembali sistem perencanaan senagar secara kolektif dalam bentuk Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) serta penguatan MPR sebagai Lembaga negara yang memiliki kewenangan tertinggi
“Dalam hal ini Pancasila harus menjadi sumber bagi etika kehidupan bangsa yang diwujudkan dalam semangat penyelenggara negara yang baik dan bersih dari KKN,” tandas Prof Aidul.
- Disdikbud Batang Sebut 254 SD Negeri di Batang Tak Penuhi Rombongan Belajar
- Menyambi Bisnis Ternak Ayam dan Sapi, Nur Listiani Raih Gelar Doktor Ekonomi Sebelum Berusia 30 Tahun
- Teaching Factory Siapkan Lulusan SMK Siap Kerja