Ketika Jurnalis Tidak Aman Bekerja

Juni Soehardjo
Juni Soehardjo

Suatu kejadian berupa pelecehan seksual yang dilakukan tepat di atas panggung perpolitikan Indonesia. Tepat di muka para pejuang demokrasi di Indonesia.

Sampai hari tulisan ini diunggah, masih simpang siur apakah pelecehan itu terjadi kepada seorang jurnalis perempuan atau seorang wartawan.

Kejadian pelecehan masuk dalam kategori kekerasan terhadap pekerja pers atau jurnalis telah terjadi di atas panggung kampanye akbar dan terakhir Paslon Nomor Urut 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD di Semarang pada Sabtu, 10 Februari 2024.

Di antara kerumunan orang yang berjubel dengan antusias, tentu sangat sulit untuk menghindari sentuhan manusia dengan manusia lainnya.

Semua warga yang hadir tidak hanya terdiri dari para simpatisan akan tetapi juga jurnalis yang mendapat tugas untuk meliput kegempitaan demokrasi yang berlangsung 5 (lima) tahun sekali di Indonesia.

Kronologi terjadi pada saat akhir kampanye. Puan Maharani mengajak para awak media untuk melakukan swafoto dengan dirinya sesuai kampanye akbar di Simpang Lima, Semarang. Hari sudah menjelang mentari tenggelam.

Jurnalis yang mewakili institusinya tersebut berdiri di belakang Puan Maharani, putri Megawati Soekarnoputri. Pada saat itu lah seorang laki-laki yang diduga sebagai ajudan Puan ikut mengatur awak media, namun tanpa diduga yang bersangkutan melakukan pelecehannya kepada sang jurnalis. Ia memegang kemaluan jurnalis tersebut sampai dua kali.

Awalnya wartawan tersebut tercengang dan masih mencerna kejadian yang dialaminya. Pada kali kedua ia dilecehkan, wartawan itu baru mampu berteriak penuh emosi.

Terduga ajudan Puan Maharani yang menyadari perhatian orang sekitar mulai tersorot kepada wartawan segera menyingkirkan dirinya dari panggung.

Sementara teman-teman wartawan tadi masih banyak yang belum terlalu menyadari karena masih dalam kerumunan dan semangat swafoto.

Apakah selanjutnya ada tindakan dari pihak wartawan? Disebutkan ia mengalami renjat (shock) luar biasa dan dalam pengawasan profesional.

Kantornya sendiri dikabarkan sedang berusaha menyelesaikan permasalahan ini kepada pihak panitia kampanye akbar, dengan kata lain kepada pihak PDI Perjuangan.

Opini ini memfokuskan diri kepada tindakan pelecehan terhadap seorang profesional dan reaksi seorang tokoh panutan politik nasional.

Sampai tulisan ini dibuat, Puan Maharani yang dapat dikatakan sebagai seorang politikus senior, terlebih lagi mengingat kedudukannya sebagai seorang Ketua Dewan Perwakil Rakyat (DPR RI) belum memberikan pendapat dan komentarnya. Partai Politik PDI Perjuangan juga sudah tentu memprioritaskan perjuangan mereka pada saat ini.

Apakah ada komentar terbuka dari pihak panitia? Apakah ada bentuk kesetia kawanan tokoh senior politik sebagai sesama profesional di dunia kerja?.

Sampai sekarang belum ada berita yang menggambarkan tanggapan pribadi mau pun institusinya. Bahkan sekarang simpang siur juga gender yang dimiliki pekerja media tersebut.

Kekerasan terhadap profesional di bidang pers merupakan hal yang wajib diperhatikan. Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers dalam Pasal 8 menyatakan bahwa “dalam melaksanakan profesinya, wartawan mendapat perlindungan hukum.”

Artinya negara wajib menyediakan pengamanan terhadap wartawan yang melakukan tugasnya, dan wartawan memiliki hak imunitas tidak boleh dirintangi, dituntut, ditangkap, disandera, dianiaya dalam kaitannya dengan tugas kewartawanannya.

Pihak perusahaan sebagai pihak yang menugaskan wartawan tersebut wajib melindungi pekerjanya. Perusahaan dapat mengajukan permintaan penyelesaian baik secara hukum kepada Kepolisian Republik Indonesia atau pun kepada Komisi Perlindungan HAK Asasi Manusia.

Apabila mau melakukan pengaduan secara sektoral, maka perusahaan dapat bersurat kepada Dewan Pers yang memiliki pengampuan terhadap bidang pers untuk mendapatkan penyelesaian perkara.

Mengapa kepada Dewan Pers? Sebab budaya hukum di Indonesia semua kejahatan berbentuk kekerasan kelamin dianggap perlu ditanggapi secara tertutup dan dalam kerangka norma kesusilaan.

Kita tunggu tindakan dari perusahaan pers yang bersangkutan. Kita tunggu tanggapan dari pihak Puan Maharani dan/atau institusi terkait.