Rangkaian peringatan Tingalan Jumenengan Dalem Hamangkubuwono X, Kraton Yogyakarta gelar Tradisi Labuhan Gunung Lawu. Tradisi ini juga dilaksanakan serentak bersamaan dengan labuhan yang ada di Yogyakarta yaitu Labuhan Merapi dan Labuhan Parangkusumo.
- Disparpora Karanganyar Hentikan Pungutan Liar Sewa Kain di Gunung Lawu
- Gunung Lawu Berduka, Mbok Yem Sosok Ikonik di Puncak Telah Berpulang
- Abu Khoir, Dilarang Naik Gunung se-Jawa
Baca Juga
Dilaksanakan sehari setelah peringatan hari kenaikan takhta Sultan Hamengkubuwono X, yang jatuh pada 29 Rajab dalam kalender Hijriyah.
Pengageng II Kawedanan Widya Budaya, KRT Rintaiswara utusan Dalem Kraton Yogyakarta sebut Labuhan Gunung Lawu ini adalah upacara tradisional yang diadakan oleh Keraton Yogyakarta untuk memanjatkan doa keselamatan dan kesejahteraan.
"Acara di puncak Gunung Lawu dengan membawa ubarampe yang sebelumnya disiapkan dari Kraton Yogyakarta," jelasnya Kamis (30/1).
Isi ubarampe tersebut dikemas dalam dua kotak terpisah. Kotak pertama adalah Kasepuhan yang didalamnya berisi Kampuh Poleng, Desthar Bangun Tulak, Paningset Jingga. masing-masing 1 lembar.
Sementara kotak kedua adalah Kaneman yang berisi nyamping Cangkring, semekan Gadhung, nyamping Teluhwatu, semekan Dringin, semekan Songer.
"Juga satu kantong yang berisi sela, ratus (kemenyan), lisah konyoh. Yatro tindhih (uang koin) nilainya bisa Rp. 500 atau Rp. 1000," terangnya.
Secara simbolis uborampe berupa Pratelan Ageman Sultan dari Keraton Yogyakarta kepada Pj Bupati Karanganyar Timotius Suryadi kemudian diserahkan kembali kepada Juru Kunci Gunung Lawu, Surono.
Nantinya uborampe akan dibawa ke Padepokan Nano di Gondosuli, Tawangmangu. Baru nanti malam 11 abdi dalem Kraton Yogyakarta menuju ke puncak gunung Lawu melalui jalur lama (tradisional) sebelum ada jalur Cemoro Kandang dan Cemoro Sewu.
"Tradisi Labuhan ini merupakan salah satu perwujudan tugas Sultan, yaitu "Hamemayu Hayuning Bawono," ungkapnya.
Ditambahkan KRT Rintaiswara pemilihan tempat-tempat yang digunakan untuk Labuhan, termasuk di Gunung Lawu ini terkait rekam jejak berdirinya Kerajaan Mataram serta tapak tilas perjuangan leluhur (Brawijaya V era kerajaan Mahapahit).
Sementara itu Juru Kunci Gunung Lawu, Surono menambahkan ubarampe Labuhan gunung Lawu selanjutnya dibawa ke pendopo Nanondi Gondosuli Tawangmangu. Dilanjutkan acara kenduren atau selamatan, dengan berdoa bersama agar dalam pelaksanaannya semua dilancarkan.
Selanjutnya (malam ini), ubarampe dibawa ke puncak Gunung Lawu melalui jalur lama dan diletakkan di sanggaran. Setelah didoakan kemudian dibawa turun kembali.
"Ditutup dengan prosesi lorodan ubarampe di Sangar Nano. Ubarampe Labuhan tahun lalu diganti dengan ubarampe tahun ini," terang Surono.
Pj. Bupati Karanganyar Timotous Suryadi menambahkan kegiatan ini merupakan simbol hubungan erat antara Kabupaten Karanganyar dan Keraton Yogyakarta.
"Tradisi Labuhan Lawu ini bukan sekadar prosesi adat, tetapi juga momentum strategis untuk memperkuat kerja sama budaya dan sejarah antara kedua wilayah," ucap Timotius.
Mengingat ada keterkaitan sejarah dimana terbentuknya Keraton Yogyakarta bermula dari Perjanjian Giyanti yang berada di Karanganyar.
"Kita harus menghargai sejarah, kita patut berbangga. Karanganyar menjadi pijakan dari peradapan Jawa yang berkembang di Surakarta maupun Yogjakarta melalui (keberadaan) Kraton Solo dan Kraton Yogyakarta," pungkasnya.
- Disparpora Karanganyar Hentikan Pungutan Liar Sewa Kain di Gunung Lawu
- Gunung Lawu Berduka, Mbok Yem Sosok Ikonik di Puncak Telah Berpulang
- Abu Khoir, Dilarang Naik Gunung se-Jawa