Jelang masa kampanye Pemilu 2024, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bersiap menghadapi sengketa. Pihak Bawaslu Kabupaten Batang mengumpulkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga partai politik.
- Aliansi Buruh Jawa Tengah Dukung Hevearita Gunaryanti Rahayu Sebagai Calon Walikota Semarang
- PKS Berharap Ijtima Ulama GNPF Rekomendasi Capres Dan Cawapres Nasionalis-Islam
- 'GAPRAK' Dukung Vivit-Umam
Baca Juga
Mereka dikumpulkan pada Rapat Persiapan Penyelesaian Sengketa Dengan Komisi Pemilihan Umum dan Partai Politik di Hotel Dewi Ratih.
"Ini penting disampaikan tentang sengketa proses Pemilu. Sebenarnya tidak semua tahapan pemilu ada sengketa. Untuk sengketa biasanya antara peserta dan penyelenggara. Lalu sengketa peserta dengan peserta," kata Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa, Bawaslu Batang, Akhmad Farikhin, Selasa (7/11).
Ia menyebut kegiatan itu perlu dilakukan pascapenetapan daftar caleg tetap (DCT) untuk Pileg DPRD Kabupaten Batang. Total ada 468 caleg DPRD Kabupaten Batang yang melaju di Pemilu 2024.
Farikhin menyebut tidak ada sengketa pada penerapan DCT kemarin. Pihaknya selalu meminimalisir sengketa dengan komunikasi.
Ia menyebut sengketa pemilu berbeda dengan pelanggaran. Jika pelanggaran maka bisa mengarah ke pidana pemilu. Namun, sengketa bisa diselesaikan di tingkat panwascam hingga Bawaslu.
"Kalau sengketa ringan yang bisa diselesaikan. Contoh yang ringan, soal perebutan lokasi kampanye atau menutupi alat peraga kampanye. kecuali kalau sudah perobekan apk itu pelanggaran berat," jelasnya.
Akademisi UNDIP Semarang, Nur Hidayat Sardini menyebut pengawas pemilu harus bisa menguasai wilayah. Bahkan harus tahu terlebih dahulu dibanding lembaga lain.
"Bahkan dalam ilustrasi ektrim, jarum jam jatuh saja disatu titik bawaslu harus tahu duluan dan tahu pula cara mengatasinya," katanya.
Ia mencontohkan jika akan terjadi politik uang, maka Bawaslu harus tahu. Menurutnya politik uang sebenaenya gampang dideteksi siapa pelakunya, berapanya.
Nur Hidayat pun menyebut bahwa Bawaslu punya instrumen aturan lengkap untuk menindak politik uang.
"Jadi yang diperlukan adalah semangat untuk pengawasan. Pengawasan ini terdiri dari dua sampai tiga metode," ucapnya.
Pertama adalah metode pasif yaitu hanya menerima laporan peserta pemilu, masyarakat. Kedua metode aktif yaitu bawaslu harus bisa mnecari dan mampu menemukan seluruh kejadian di wilayahnya.
Ketiga adalah metode partisipatif yang melibatkan banyak stake holder, ormas, warga, hingga pemantau.
Terkait demensi kewenangan sengketa itu antara penyelanggara terutama KPU dan peserta pemilu. Kedua antara penyelanggara dengan penyelanggara. Ketiga antara penyelanggara dengan penyelanggara lain.
"Nah sengketa ini terbukti efektif mampu meredakan ketegangan dan itu adalah kewenangan eksekutorial. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sudah sempurna mengatur hal itu," jelasnya.
- Demak: Siap Amankan dan Dukung Pelaksanaan Pemilu Susulan
- Diangkat jadi Santri, Gibran Sebut Peluang Green Jobs hingga Artificial Intelligent di Ponpes Batang
- 3 Persen Pengaduan ke Komnas HAM Berperkara dengan TNI