Legislator Golkar Minta Pemerintah Evaluasi Tata Kelola Batubara PLTU PLN

Pelarangan ekspor batubara oleh pemerintah periode 1 hingga 31 Januari 2022 adalah sebuah langkah yang harus dilakukan untuk mengamankan pasokan dalam negeri dan mengantisipasi pemadaman listrik besar-besaran.


Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR0 dari Fraksi Golkar Lamhot Sinaga menilai, langkah itu terpaksa diambil pemerintah karena hampir 20 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan total daya sekitar 10.850 Mega Watt (MW) terancam padam bila pasokan untuk pembangkit listrik tak kunjung dipasok oleh perusahaan batu bara.

"Kita mendukung langkah pemerintah yang mengantisipasi pemadaman listrik besar-besaran jika tidak mendapat pasokan batubara,” kata Lamhot dalam keterangannya kepada redaksi, Kamis (6/1).

Meski demikian, Lamhot menyoroti beberapa permasalahan yang ada di internal PLN di balik kelangkaan pasokan batubara untuk pembangkit listrik. Antara lain, ketidakmampuan PLN melakukan negosiasi bisnis dan membangun kerjasama dengan perusahaan batubara untuk jangka panjang,

“PLN tidak memiliki rencana kerja yang benar dalam selama ini,” kata dia.

Masalah lain terkait dermaga batubara atau Jetty milik PLTU PLN yang sering rusak. Ini menyebabkan PLTU tersebut tidak bisa menerima vessel atau tongkang pengangkut batu bara.

“Meskipun ini krisis PLTU lokal, namun bisa mempengaruhi pasokan listrik nasional,” ujar dia.

Lamhot juga menyoroti faktor perubahan cuaca yang kerap memengaruhi transportasi batubara dan penggalian batu bara di tambang. Sayangnya, faktor cuaca ini tidak diantisipasi dengan baik sehingga berdampak pada terganggunya pasokan batu bara.

Lamhot mengritik PLN sebagai perusahaan yang terkesan manja, selalu disuapin pemerintah, dan tidak ada niat baik memperbaiki manajemen internalnya. Padahal, PLN adalah perusahaan tanpa pesaing. Kondisi penurunan pasokan batubara ke PLN, sebenarnya sudah pernah dialami pada 2008, 2018 bahkan 2021 lalu. “Masak tidak ada proses pembelajaran di PLN,” tambah dia.

Seharusnya, dengan memiliki anak usaha ang fokus mengurus pasokan batubara yakni PT PLN Batubara, PLN sudah well manage dalam pengelolaan pasokan untuk kebutuhan pembangkitnya.

“Jangan-jangan di internal PLN tidak ada kendali sampai ke anak usahanya, birokrasi berjalan sendiri-sendiri,” kata Lamhot.

Lebih jauh ia berharap, penghentian ekspor batubara ini tidak berdampak pada bisnis multinasional di industri lain. Terutama, tidak merusak hubungan baik dengan negara yang sudah memiliki komitmen atau kontrak pembelian batubara dari perusahaan Indonesia.

“Kementerian BUMN harus melakukan evaluasi yang lebih dalam dan detail diinternal PLN, dan meningkatkan sinergi dalam perencanaan ketenagalistrikan,” tandas dia.