Mahasiswa USM Gelar Kampanye Gender dan Minoritas di SMA Kesatrian 2 Semarang

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Semarang menyelenggarakan kampanye Gender dan Minoritas yang mengangkat topik pelecehan seksual dengan tema ''Lawan dan Lapor Pelecehan Seksual'' di Aula SMA Kesatrian 2 Semarang.


Kampanye ini ditujukan kepada siswa SMA Kesatrian 2 Semarang agar dapat memberikan pengetahuan kepada siswa-siswi untuk melawan dan melaporkan tindak pelecehan seksual yang terjadi.

Kegiatan menghadirkan pembicara dari Dosen Fakultas Hukum Universitas Semarang (USM) Dr. Tri Mulyani, S.Pd., S.H., M.H. dan Sultana Nur Fauzia yang merupakan salah satu perwakilan mahasiswa Ilmu Komunikasi.

Ketua pelaksana, Dani mengatakan, tujuan kegiatan untuk mengedukasi para siswa untuk terhindar dari tindakan kejahatan yang marak beredar belakangan ini yaitu kejahatan seksual.

''Akhir-akhir ini banyak kasus remaja yang menjadi korban pelecehan seksual, baik yang dilakukan oleh orang terdekatnya maupun orang yang tidak dikenal.Oleh karena itu dengan adanya kampanye ini diharapakan teman-teman lebih berhati-hati dan jangan takut speak up bila mengalami pelecehan seksual,'' katanya, Jumat (26/5/2023).

Menurut Sultana, pelecehan seksual harus di lawan dan dilaporkan, karena termasuk dalam kriminal cyber.

Setiap orang tidak boleh merendahkan, melecehkan secara verbal, menyerang tubuh dan fungsi reporoduksi seseorang, melecehkan melalui daring atau teknologi informasi dan komunikasi itu.

Contoh pelecehan seksual itu bisa berupa menyentuh atau mengusap bagian tubuh area pribadi seseorang, membujuk orang agar mau melakukan kegiatan seksual, mengirim lelucon foto atau video yang bernuansa seksual, memaksa orang untuk melakukan aktifitas seksual atau melakukan percobaan pemerkosaan.

''Kita harus melawannya jika ada yang melakukan pelecehan seksual kepada kita dengan cara aware is the key, bersikap tegas, edukasi masyarakat sekitar tentang betapa pentingnya mencegah terjadinya pelecehan seksual,'' ungkap Sultana.

Dia mengatakan, seseorang yang mendapatkan pelecehan seksual itu diharuskan speak up, karena dengan mereka speak up orang sekitarnya mengetahui yang terjadi pada dirinya.

''Berhenti menyalahkan diri sendiri, seseorang yang mendapatkan pelecehan seksual harus bisa berhenti menyalahkan dirinya sendiri karena dengan demikian dia bisa bangkit dan mencari bantuan untuk kasus pelecehan seksual,'' tuturnya.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Semarang Dr. Tri Siti Mulyani, S.Pd., S.H., M.H mengatakan, tindak kekerasan seksual adalah tindakan melanggar hukum.

Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2015 tentang pencegahan dan pengulangan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.

Berdasarkan jenisnya, kekerasan seksual dapat digolongkan menjadi kekerasan seksual dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik dan daring.

''Kita harus bergerak bersama memerdekakan dunia pendidikan Indonesia dari kekerasan seksual, bersama hapus kekerasan seksual,'' jelasnya.

Menurutnya, pencegahan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan dilakukan oleh peserta didik, orang tua/wali peserta didik, pendidik tenaga kependidikan, satuan pendidikan, komite sekolah, masyarakat, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi, dan pemerintah sesuai dengan kewenangannya.

''Anda tidak sendirian, jangan takut melapor, karena Anda berhak mendapatkan hak asasi yang telah dilanggar. Mempolisikan diri sendiri merupakan perlindungan yang sederhana untuk terhindar dari kekerasan seksual,'' ujar Tri Mulyani.