Paris - Presiden Indonesia akan diwakili oleh Menteri Komunikasi dan Digital Republik Indonesia, Meutya Hafid, dalam pertemuan Artificial Intelligence Action Summit (AIAS) yang diselenggarakan pada Senin-Selasa (10/02) hingga (11/02) di Grand Palais, Paris.
- Indonesia Gelar Operasi Penyelamatan Ratusan Warganya Dari Kejahatan Eksploitasi Manusia Di Myanmar
- Kementerian Luar Negeri Berjuang Memulangkan 525 WNI Korban TPPO Dari Myanmar
- BRICS: Manfaat Dan Kelemahannya Bagi Indonesia
Baca Juga
Presiden Macron mengirimkan undangan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk hadir secara pribadi dalam acara tingkat kepala negara ini. Namun, Presiden Prabowo menunjuk Menteri Komunikasi Dan Digital Republik Indonesia, Meutya Hafid untuk mewakilinya.
Bagaimanakah posisi Republik Indonesia dalam hal Artificial Intelligence?
Laman Kementerian Komunikasi dan Digital hanya memberikan informasi bahwa Meutya Hafid mengatakan AIAS bertujuan untuk mendorong diskusi dan langkah nyata terkait perkembangan dan tata kelola AI di tingkat global.
Meutya juga mengatakan bahwa dengan pengaturan yang tepat ia yakin Indonesia akan menjadi pemain utama dalam ekosistem teknologi AI dunia. “Forum itu juga menjadi lanjutan dari AI Safety Summit yang digelar di Inggris pada November 2023 dan AI Seoul Summit (AISS) di Korea Selatan pada Mei 2024 lalu,” ujar Menkomdigi.
Namun, peran, posisi dan upaya Indonesia sendiri tentang AI tidak ada informasi apa pun.
Saat dihubungi redaksi RMOLJawaTengah pada Minggu (09/02), Ardie Sutedja mengatakan seharusnya Indonesia melakukan evaluasi dalam menghadapi tantangan dan peluang yang terkait dengan AI. Ardie adalah seorang penggiat teknologi informasi, Ketua dan Pendiri ICSF (Indonesia Cyber Security Forum) yang sudah lama malang melintang di dunia siber Indonesia.
Ardi mengatakan bahwa Indonesia sebagai negara dengan penetrasi internet yang tinggi menghadapi resiko dalam hal keamanan siber. Berdasarkan laporan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) jumlah insiden serangan siber di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Serangan-serangan yang menargetkan individu juga mencakup serangan terhadap sektor kritis seperti sektor keuangan, energi dan pemerintahan.
“Indonesia perlu memperkuat infrastruktur keamanan siber nasional. Selain itu Indonesia juga perlu mengembankan kapasitas sumber manusia di bidang keamanan siber juga harus menjadi prioritas,” ujar pemerhati masalah isu strategis ini.
Di samping itu, salah satu isu utama yang akan dibahas di dalam Paris AIAS adalah etika. Karena teknologi ini memiliki potensi besar untuk meningkatkan kesejahteraan manusia tetapi juga memiliki resiko serius jika tidak diatur dengan baik seperti pelanggaran privasi pribadi, sementara algoritma yang terbentuk dapat bias memperburuk ketidaksestaraan sosial.
Ardi menambahkan bahwa Indonesia perlu mengambil sikap tegas dalam mendukung pengembangan Artificial Intelligence yang bertanggungjawab dengan cara mengadopsi prinsip-prinsip internasional seperti panduan UNESCO serta mengembangkan regulasi nasional dengan konteks lokal.
“Indonesia memiliki posisi strategis dalam diplomasi siber global. Sebagai Anggota G20 Indonesia dapat memainkan peran sebagai mediator dalam membangun konsensus internasional terkait regulasi AI dan keamanan siber,” kata Ardie lagi.
Dia berharap Indonesia akan melakukan pendekatan multilateral yang membantu menciptakan kerangka kerja global yang adil dan transparan.
- NGOPI Berhasil Kuak Rahasia Kecantikan Bersama Dr. Ratih Nuryanti
- Tim Dinparta Dan Satpol PP Serbu Pujasera Demak
- Pedagang Rod As Kadilangu Serbu Jepara Dan Berkolaborasi Emas Dengan Dinparta Demak