Pemimpin Perang Jawa (1825-1830) yang lahir di Ngayogyakarta Hadiningrat membuat kakek buyutnya, Sultan Mangkubumi (kelak Hamengkubuwono I) bernubuat bahwa bayi laki-laki itu akan mengalami peristiwa luar biasa dan dengan akhir yang hanya diketahui oleh Allah.
- Penuhi Target Capaian Peserta JKN, Pemkab Kudus Terima UHC Awards
- Peringatan Haul KH. Muchtarom Ke-30 dan Hj. Ruminah Hasanah Ke-5 di Kalikondang Dihadiri Ratusan Jamaah dan Berlangsung Khidmat
- Kurniadi Terpilih Lagi, Taekwondo di Karanganyar Akan Lebih Intensif
Baca Juga
Lahir dari ibu RA Mangkarawati dan ayah Gusti Raden Mas Suraja (kelak Hamengkubowono III) pada 11 November 1785, bayi kecil itu kemudian diberi nama Bendara Raden Mas (BRM) Mustahar.
Seorang putra pangeran kerajaan, BRM Mustahar lahir di bulan Ramadan sesaat sebelum sahur. Kelak sang pahlawan nasional ini akan meninggal pada 8 Januari tahun 1855, satu jam sebelum sahur di bulan Ramadan juga.
Sejarawan Prof Dr Peter Carey menyatakan dalam wawancara dengan Perpustakaan Nasional, Senin (3/2) bahwa Sultan Mangkubumi mengucapkan ramalan atau nubuatan tentang bayi ini.
Menurut penelitian Carey, Sultan Mangkubumi mengucapkan bahwa bayi laki-laki ini kelak akan menimbulkan lebih banyak kerusakan terhadap Belanda daripada semua kerusakan yang disebabkan oleh dirinya dalam Perang Giyanti.
Nubuatan ini diberikan oleh sang buyut dan diucapkan kepada Gusti Kanjeng Ratu. Ia lalu menitipkan BRM Mustahar kepada permaisurinya itu agar menjaga bayi merah tersebut dengan baik agar semua takdirnya terwujud. Bagaimana pun juga BRM Mustahar adalah cicitnya yang pertama.
Mengapa sang sultan menitipkan bayi merah itu kepada permaisurinya? Karena sang ratu ini merupakan perempuan tangguh yang sudah mendampingi suaminya sejak berusia muda dan berkeliling tlatah Jawa mengikuti perjuangannya.
Sang ratu juga adalah panglima pasukan perempuan Langen Kusumo serta memiliki karakter yang kuat. Tidak heran bahwa sang raja menitipkan cicitnya kepada sang permaisuri.
Semua ini diketahui dari wawancara Prof Dr Peter Carey dengan filolog Adi Wisnurutomo memperingati mulainya Perang Jawa 200 tahun yang lalu sekaligus mengingatkan akan harta kekayaan Indonesia berupa Babad Diponegoro yang tersimpan di Perpustakaan Nasional di Jakarta.
Babad Diponegoro sudah diakui sebagai Warisan Ingatan Dunia oleh UNESCO. Babad Diponegoro merupakan biografi yang ditulis saat pada periode 1831-1832. Peter Carey memperkirakan bahwa biografi ini ditulis saat sang pangeran berada di dalam pengasingannya di Makassar.
Menurut Prof Carey, Babad Diponegoro ini dituliskan oleh Tumenggung Dipowiyono iparnya yang ikut ke pengasingan. Sementara Pangeran Diponegoro mendiktekan isinya.
Naskah yang ada di Perpusnas ini adalah naskah asli yang bernomor KBG 282. Perpustakaan Nasional kemudian mengajukan naskah Babad Diponegoro ini sebagai Warisan Ingatan Dunia (Memory of the World) melalui Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU).
- Irdam IV Diponegoro Tinjau Hasil TMMD Ke-123 Kodim 0712 Tegal
- Bangun Jawa Tengah, Luthfi-Yasin Gelar Rembug Ngopeni Ngelakoni
- Sejarah Budaya Akademik Berdiri Bersama Peter Carey