Saya sangat senang dengan karya-karya Peter Carey yang menurut saya karya karya sejarahnya merupakan suatu Masterpiece. Lebih dari itu, yang paling saya perhatikan tentunya adalah metodologinya dalam meneliti sejarah yang bisa dicontoh dan dijadikan sebagai teladan.
- Nubuatan Tentang Pangeran Diponegoro
Baca Juga
Penelitiannya melalui kunjungan kelapangan langsung, melalui studi riset mendalam dan berlangsung dalam jangka waktu yang Panjang. Jadilah misalanya buku Kuasa Ramalan.
Saya sendiri mengawali latar belakang metodologi penelitian buku saya tentang "Walisongo, Fatahillah, Pahlawan Aliansi Nusantara yang tidak ditulis melawan penjajahan Portugis dengan mengutip omongan Peter Carey di bukunya "Urip iku Urup."
Bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang terpecah dan ditakdirkan hidup terkutuk selamanya di pinggiran dalam globalisasi dunia tanpa tahu siapa diri kita sebenarnya dan kemana kita mau melangkah kalau tidak tahu sejarah.
Dalam perbincangan saya dengan Tengku Taqiyuddin di Banda Aceh di depan sekretariat Masyarakat Peduli Sejarah Aceh (Mapesa) bersama dengan mizuar dan teman teman lainnya, kita tertawa sekaligus merasakan satu kepedihan.
Karena kita tahu, betapa sulitnya menulis satu sejarah yang sebelumnya nama tokoh ataupun peristiwanya belum pernah di dengar dan belum pernah diketahui orang. Hal ini bukanlah hal yang mudah. Jangankan di baca, di terima saja belum tentu
Oleh karena itu sebagai seorang peneliti walau amatiran, saya selalu berempati betapa beratnya penyusunan pertama sejarah itu, karena tidak ada referensi dari mana-mana. Belum lagi ada Kompas patokan arah. Penulis berikutnya tentunya sudah lebih enak karena sudah bisa melihat Kompas arah kedepan.
Saya sendiri menjawab tantangan dan dorongan dari Peter carey untuk menulis sejarah, kalau dia bisa, kenapa kita enggak bisa? Tidak ada satu alasan untuk tidak bisa menulis sejarah. Harus bisa.
Tidak ada orang yang pantas untuk lebih mengetahui tentang sejarah bangsa Indonesia, dan menulisnya kecuali kita sendiri! Kita bersama sama tentunya, tidak bisa Cuma mengutip cerita “omon omon” atau “katanya” yang dikumpulkan di masa penjajahan kemudian direproduksi ulang begitu banyak lalu kita jadikan sejarah dan dibingkai menjadi kitab suci.
Sejarah menjadi ilmu pasti dan final. Kita tidak bisa menjadi bebek untuk itu. Tiba-tiba saja nama Peter Carey ramai membumbung, masuk ke group group whataspp sejarah dan mejadi liputan berita di media media, termasuk media online.
Syahdan, Pada akhir Januari 2020, ada dugaan plagiarisme terhadap karya Peter Carey yang berjudul "Kuasa Ramalan; Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855".
Dugaan ini pertama kali diungkap oleh akun X (@_bje) milik Bernando J. Sujibto, yang mengklaim bahwa Bab 6 dari buku Carey digunakan secara tidak sah dalam dua buku yang ditulis oleh tim dosen UGM: "Madiun: Sejarah Politik dan Transformasi Kepemerintahan dari Abad XIV ke Abad XXI" dan "Raden Rangga Prawiradirdja III Bupati Madiun 1796-1810: Sebuah Biografi Politik".
Membaca kronologis, email email dan fakta fakta yang berkaitan dengan perkara ini membawa Pikiran saya menjangkau alam kesakralan. Bahwa seorang Profesor sebenarnya haruslah memiliki integritas, kredibilitas dan Lembaga kampus juga harus terhomat sehingga kasus ini harus dilihat sebagai penegakan moral dan etika.
Cuma hal ini kok kayaknya ini seperti utopia. Alam pikir ini sepertinya berbeda dengan penglihatan di lapangan. Tau sama tau. Alam Pendidikan sekarang bukan seperti alam kebrahmanaan di masa ratusan lalu dan juga masa para sufi. Sudah berubah jauh.
Apakah seorang plagiator bisa di mintai pertanggungjawaban etika dan moralnya? Ya pasti tidak. Kalau dia seseorang yang memiliki etika dan moral tentunya dia tidak akan menjadi plagiator, dia akan menjadi peneliti dan penulis. Tapi jaman sekarang tidak mudah untuk menerangkan plagiasi, entah mengapa walau ada Turnitin dan lain sebagainya. Plagiat justru semakin sulit untuk di lihat.
Dalam renungan saya, saya tidak bisa berharap banyak kepada etika dan moral yang memang saya belum mengetahui bangsa ini kedepan harapannya seperti apa untuk standar hal hal seperti ini. Kadang suka aneh, beli gelar bisa, tapi melakukan plagiat tidak bisa. Ada absurditas disitu.
Sementara bayangan saya sendiri, mengarah kepada para pendidik,yang berkarir dari bawah, dengan penuh ketaatan kepada sistem yang berlaku. Mengapa negara tidak bisa bersikap adil kepada mereka.
Kasus ini sebenarnya bukan soal Peter carey, kasus ini sebenarnya adalah kasus soal keadilan. Jangan dilihat Peter careynya. Lihatlah Ada orang yang sedang berteriak menuntut keadilan. Orang ini merasa di rampas hak ciptanya lalu berjuang untuk itu.
Bicara keadilan kabar bagusnya 2 hari lalu Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menyebutkan keadilan dan kepastian hukum bagi seluruh rakyat merupakan fokus pemerintahan selama lima tahun ke depan.
Aristotheles, mengatakan keadilan adalah tentang memberikan kepada setiap orang apa yang mereka layak terima, dan ini tentunya melibatkan distribusi yang adil dan penyelesaian ketidakadilan.
Oleh karena itu kita optimis bahwa kasus ini akan menemui titik penyelesaian. Penyelesaian kasus ini tentunya bukan semata mata dilihat terjadinya plagiat atau tidak, namun diilihat penyelesaian ini bersifat adil atau tidak.
Keadilan versi Peter Carey ternyata bukan semata mata di tangan hukum formal, namun bisa terasa adil bila ada permohonan maaf dan juga sikap dari Institusi yang jelas. Namun konsep ini sepertinya belum bisa diterima. Jalan untuk inipun akhirnya menjadi Lorong gelap yang timbul dengan publikasi yang luas.
Yang jelas,saya sangat meyakini apa yang di alami Peter Carey, kitapun tidak ingin mengalami. Kita semua masing masing menginginkan keadilan dan kepatutan dalam dunia akademik dan ini bukan karena peter carey, karena ini memang yang kita inginkan.
Kita berdiri bersama peter carey, bukan karena dia seorang peter carey. Kita berdiri bersama peter carey, karena dia berdiri bersama etika, moralitas dan kejujuran. Sejarah akan mencatat, disisi mana kita berdiri dan selanjutnya bagi seorang pendidik, kita tidak akan bisa terlepas, dari pepatah, guru kencing berdiri, murid kencing berlari.
- Pj Bupati Banjarnegara Kukuhkan Pengurus Dewan Kesenian Periode 2025-2030
- Nubuatan Tentang Pangeran Diponegoro
- ANTV: Sejarah Media Elektronik Yang Menghibur Dengan Slot Jurnalistik Yang Kuat