Panen anggur dalam skala besar di wilayah Champagne Prancis.
- BRICS: Manfaat Dan Kelemahannya Bagi Indonesia
- Mandi di Pantai Setrojenar Kebumen, Warga Garut Jabar Tewas
- India Fokus Isu Terorisme hingga Keamanan Maritim
Baca Juga
Namun, petani anggur justru berduka karena pandemi Covid-19 membuat permintaan anggur turun drastis yang berarti panen akan menjadi sia-sia dilansir dari Kantor Berita
Di kebun anggur Brun de Neuville, tim pemetik dengan topi bisbol bekerja di sepanjang barisan tanaman merambat itu mengumpulkan anggur dengan tangan-tangan handal mereka.
Sebagian besar dari para pemetik adalah pekerja migran yang berasal dari Eropa Timur yang datang setiap musim panen. Tahun ini semuanya berbeda. Penjualan turun tajam karena tidak ada lagi pesta-pesta dan pernikahan di mana biasanya anggur menjadi hal yang wajib. Seluruh dunia telah meniadakan acara keramaian karena kekhawatiran penyebaran virus.
"Kami membuat anggur untuk kebahagiaan. Saat orang bersedih karena harus berada dalam penguncian selama wabah ini, penjualan sampanye cenderung runtuh," kata Vincent Leglantier, petani anggur berusia 34 tahun di Bethon, sekitar 120 km (75 mil) timur dari Paris, seperti dikutip dari Reuters, Jumat (21/8).
Menanggapi kurangnya permintaan, produsen sampanye Prancis memutuskan bulan ini untuk membatasi jumlah anggur yang mereka kirim untuk diproses menjadi minuman anggur. Mereka mengambil keputusan karena kelebihan minuman di gudang bawah tanah dan di rak-rak grosir akan menurunkan harga dan menodai aura kemewahan dan eksklusivitas yang telah dibangun industri ini selama bertahun-tahun.
"Bisa dibilang itu mungkin kesepakatan buruk terbaik yang bisa kami capai," kata Damien Champy, kepala koperasi kebun anggur Brun de Neuville.
- Raja Charles III Naik Tahta Kerajaan Inggris
- Jepang Perpanjang Keadaan Darurat Hingga 12 September 2021
- Hongaria Dihantam Gelombang Cuaca Panas