Pembatalan Presidential Threshold Untuk Menjaga Hak Politik Dan Kedaulatan Rakyat

Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Saldi Isra, Berdiskusi Dengan Sesama Hakim Konstitusi Lain. Dokumentasi
Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Saldi Isra, Berdiskusi Dengan Sesama Hakim Konstitusi Lain. Dokumentasi

Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya mengabulkan permohonan untuk menghapus ketentuan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (wapres) Republik Indonesia.

Keputusan Nomor Perkara 62/PUU-XXII/2024 berisi putusan tentang Pengujian Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dibacakan oleh Ketua MK, Suhartoyo, Jakarta, Kamis (02/01).

Pasal tersebut menyebutkan bahwa pasangan calon (paslon) diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikitnya 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya.

Setelah melalui persidangan panjang atas gugatan mengenai Undang-Undang Tentang Pemilu terkait presidential threshold yakni kurang lebih 30 kali, akhirnya MK mengubah pendiriannya sebagaimana dalam putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 tersebut.

“Pasal 222 UU Nomor 7 tahun 2017 yang mengatur ambang batas pencalonan bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat,” sebut Saldi Idris, Hakim Konstitusi saat membacakan pertimbangan putusan.

Lebih lanjut Saldi menyampaikan bahwa presidential threshold melanggar moralitas, rasionalitas dan ketidakadilan yang tak dapat ditolerir (intolerable) serta bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

MK mencermati bahwa selama ini paslon calon presiden dan wapres didominasi oleh partai politik peserta pemilu tertentu saja. Hal ini disebabkan adanya ketentuan ambang batas yang berdampak pada terbatasnya hak konstitusional pemilih untuk mendapatkan alternatif yang memadai terhadap paslon calon presiden dan wapres.

Setelah mempelajari secara seksama arah pergerakan politik di Indonesia, MK mulai membaca kecenderungan adanya upaya untuk mengusung hanya dua paslon saja dalam setiap pemilu presiden dan wapres jika terus mempertahankan presidential threshlold.

Sementara, menurut MK dengan hanya adanya dua  paslon capres dan wapres, seperti memberikan jebakan dalam polarisasi yang mengancam kebhinekaan Indonesia kepada para pemilih hingga diakar rumputnya.  

MK juga mengingatkan kemungkinan timbulnya kekhawatiran pada effisiensi Pemilihan Umum (Pemilu) dan stabilitas sistem politik, sebagai akibat pembengkakan jumlah paslon capres dan wapres yang akan diusung oleh parpol peserta pemilu.

Namun demikian, dalam revisi Undang-Undang Pemilu nantinya diharapkan dapat mengatur mekanisme pencegahan lonjakan jumlah pasangan calon yang berlebihan, sehingga pemilu tetap efektif.