Pemkab Batang Gencarkan Budaya Pilah Sampah dari Rumah

Bupati Batang, M Faiz Kurniawan. Diskominfo Kab Batang
Bupati Batang, M Faiz Kurniawan. Diskominfo Kab Batang

“Siapa yang membuang sampah, dialah yang harus membayar,” ungkapan tegas itu disampaikan Bupati Batang M. Faiz Kurniawan saat membahas pentingnya membangun budaya kelola sampah di masyarakat.

Menurutnya, penanganan sampah bukan semata urusan pemerintah, tetapi harus berangkat dari kesadaran kolektif warga, dimulai dari rumah tangga masing-masing.

Pemerintah Kabupaten Batang pun membuka lebar peluang bagi pihak swasta yang ingin berinvestasi dalam pengelolaan sampah. Namun, investasi tanpa kesadaran masyarakat hanya akan menjadi proyek jangka pendek.

“Kami menyambut pihak swasta yang mau berinvestasi dalam pengelolaan sampah di Batang, karena siapa yang membuang sampah itulah yang membayar,” katanya saat ditemui di Kantor Bupati Batang, Kabupaten Batang, Kamis (15/5).

Ia menilai, inisiatif harus muncul dari masyarakat. Salah satunya dengan membiasakan memilah sampah dari rumah. Sampah organik dan non-organik harus dipisahkan agar mudah diolah, bukan dicampur dan dibuang sembarangan.

“Kalau dari awal sampah plastik dicampur dengan sampah organik, lalu dibuang sembarangan di pinggir jalan, bahkan sambil naik motor itu menyulitkan proses pengelolaan,” tuturnya.

Faiz menyoroti banyaknya kasus di mana sampah yang sudah dipisahkan justru kembali bercampur saat sampai di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Di TPA Randukuning misalnya, sampah yang datang sudah bercampur sehingga menyulitkan pemrosesan menjadi kompos atau energi alternatif. Padahal, menurutnya, jika dipilah dengan baik, sampah organik bisa menjadi pupuk, sedangkan plastik bisa didaur ulang.

“Untuk itu, Pemkab Batang mendorong setiap desa membangun Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST). Keberadaan TPST di tingkat desa diyakini bisa menghentikan aliran sampah ke TPA, sekaligus mempercepat proses pemilahan dan pengolahan,” jelasnya.

Kita galakkan supaya setiap desa membuat TPST. Harus ada kontrol yang menjalankan dengan baik, sehingga sampah berhenti di desa. Namun, ia menekankan, secanggih apa pun fasilitas pengelolaan sampah, tidak akan berhasil bila tidak dibarengi dengan budaya bersih dari masyarakat.

“Tempat pengelolaan sampah tidak akan pernah bisa berjalan dengan baik kalau budaya masyarakat tidak mendukung. Sungai sudah dibersihkan, eh sampah rumah dibuang ke sungai lagi,” tegasnya.

Senada dengan itu, saat ini Pemkab Batang juga sedang memperjuangkan pembangunan TPST berskala besar di Desa Sentul, Kecamatan Gringsing, dengan kapasitas hingga 120 ton per hari. Proyek ini mendapat dukungan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

“Insyaallah dokumennya sudah lengkap, tinggal menunggu Detail Engineering Design (DED). Kita berharap tahun depan TPST di Gringsing sudah mulai dibangun,” ungkapnya.

Fasilitas tersebut nantinya dilengkapi teknologi pengolahan seperti pemilahan berbasis maggot dan sistem Refused Derived Fuel (RDF), sehingga pemilahan sampah yang dilakukan masyarakat akan benar-benar bermanfaat dan menghasilkan nilai ekonomi.

Faiz kembali mengingatkan bahwa, keberhasilan pengelolaan sampah tidak hanya ditentukan oleh kebijakan dan teknologi, tapi justru dimulai dari hal paling sederhana: kesadaran individu untuk membuang sampah pada tempatnya dan memilah dari rumah.