Banjir yang sering menggenangi beberapa area pertanian di Kabupaten Grobogan disinyalir akibat gundulnya hutan di Pegunungan Kendeng, baik itu Kendeng utara maupun selatan.
- Malam Ini, Arus Balik di Kalikangkung, Lancar
- Ratusan Warga Desa Pesantren Wanayasa Tutup Ramadhan dengan Aksi Donor Darah Masal
- Gercep, Polsek Pengadegan Purbalingga Tolong Korban Laka Tunggal Akibat Minim Penerangan
Baca Juga
Adanya pelaksanaan program agroforestry tanpa penerapan terasiring dinilai belum mampu menghambat laju arus air di pegunungan, sehingga potensi banjir tetap terjadi.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Grobogan Sunanto mengatakan, penerapan terasiring di pegunungan sangat efektif untuk menahan laju air. Selain itu, dapat mencegah hilangnya kandungan humus di area pegunungan.
"Seperti di wilayah Wonosobo, termasuk Dieng, kemudian Kopeng, daerah Salatiga, dan Karanganyar semuanya menerapkan sistem pertanian terasiring. Hingga saat ini, daerah tersebut relatif aman dari banjir," ujarnya, Selasa (7/3).
Karena untuk wilayah hutan bukan kewenangannya pihaknya hanya bisa menghimbau agar masyarakat tepi hutan mau belajar dari pertanian, dari wilayah sekitar.
"Masyarakat tepi hutan di Grobogan sangat bergantung dengan lahan sanggeman. Total perputaran dana di lahan sanggeman itu mencapai satu triliun. Dan masyarakat mengandalkan itu untuk mencukupi kebutuhan mereka," jelasnya.
Menurutnya, penutupan lahan garapan di wilayah hutan justru akan merusak hutan itu sendiri, karena kebutuhan masyarakat tidak tercukupi.
"Solusinya, menjalankan Agroforesty dengan metode terasiring," pungkasnya.
- Polda Jateng: Takbiran Tanpa Arak-arakan dan Jaga Kondusifitas Umum
- PT KAI Bakal Gelar Pertunjukan Barongsai di Stasiun Palur
- Serapan Vaksin Salatiga 76 Persen, Tertinggi Di Jateng