Perang Narasi dan Resolusi Konflik dalam Kasus Wadas

Tagar WadasMelawan yang sempat jadi trending topik di Twitter. foto: Twitter
Tagar WadasMelawan yang sempat jadi trending topik di Twitter. foto: Twitter

WadasMelawan diinisiasi oleh Gempadewa (Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas) yang digagas para aktivis organisasi nonpemerintah (ornop). Selain tagar WadasMelawan, para aktivis juga membuat tagar SaveWadas, StopPengukuranDiWadas dan WadasOraDidol. 

Dengan pelibatan media sosial yang sangat massif, Kasus Wadas pun bergaung keras. Perang narasi pun akhirnya terjadi. Antara pemerintah di satu sisi, dengan pihak nonpemerintah di sisi lainnya. Narasi yang muncul, tentu saja, menurut versinya masing-masing. Versi pemerintah menyatakan, tidak ada pengepungan dan penyerbuan terhadap aksi warga yang menolak. Sebaliknya, versi nonpemerintah menyebutkan jika terjadi pengepungan, penyerbuan, sekaligus penangkapan terhadap warga.  

Polisi menyatakan bahwa kehadiran mereka ke desa itu untuk pengamanan terhadap petugas BPN yang melakukan pengukuran tanah. Penangkapan dilakukan sebagai tindakan terukur karena ada sejumlah orang yang membawa senjata tajam dan membuat keributan.  

Namun narasi lain dibangun oleh pihak nonpemerintah.  Dalam jumpa pers dan siaran pers,  Rabu, 9 Februari 2022. Gempadewa menulis pernyataan sebagai berikut: "Pengepungan ribuan aparat Kepolisian-TNI di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, masih  berlangsung hingga saat ini, Rabu, 9 Februari 2022. Sejak pukul 08:00 WIB, mereka kembali melanjutkan penyisiran ke beberapa titik, seperti Masjid, Balai Desa, rumah-rumah, dan pos-pos penjagaan milik warga.  Sejak kemarin, rasa takut dan trauma tak henti-hentinya menghantui kehidupan warga Wadas.  Puluhan anak, saudara, dan suami diangkut paksa tanpa alasan oleh Polres Purworejo menambah kekhawatiran sanak keluarga yang menantikan kepulangan mereka. Banyak di antara warga yang suaminya digelandang ke Polres Purworejo harus mengurus anak balita sendirian. Sulitnya informasi tentang kondisi puluhan orang yang ditangkap itu makin memperkeruh kondisi psikologis warga. Kondisi yang dialami warga saat ini, bukan hanya mengembalikan, melainkan memperdalam ingatan warga tentang kekerasan membabi-buta yang mereka alami pada 23 April 2021 silam." 

"Patroli aparat kepolisian bersenjata lengkap di Wadas secara terus menerus sebanyak 16 kali pada kurun September-Oktober 2021 juga mengendapkan rasa trauma di benak warga. Sejumlah aktivitas keseharian yang biasanya mereka lakukan mesti terhambat sama sekali. Alat  pertanian, membuat besek, dan mencari rumput kemarin telah dirampas oleh aparat kepolisian.  Besek-besek yang biasanya dianyam oleh Wadon Wadas terbengkalai; lahan-lahan tidak terurus; hewan-hewan ternak kelaparan. Penyerbuan itu telah merubah total kehidupan warga, terutama aktivitas ekonomi mereka. Terganggunya aktivitas ekonomi warga tentu berdampak pada pemenuhan kebutuhan makan  mereka. Saat ini, warga memanfaatkan pasokan logistik seadanya. Belum lagi, pengepungan  aparat kepolisian membuat warga tidak berani keluar desa untuk mencari bahan makanan. Jika tetap memaksa keluar, cecaran pertanyaan (interogasi) dan penangkapan mungkin akan terjadi  kembali." 

Narasi yang dibangun itu nyatanya berdampak. Kuatnya tekanan membuat polisi mundur dari Wadas. Kapolda Jateng Irjen Ahmad Luthfi, Jumat (11/2) lalu menyatakan telah menarik 250 personil dari Wadas. Penarikan petugas itu, kata Kapolda, karena pengukuran tanah oleh petugas BPN telah selesai.  Luthfi menyebut sejumlah personel yang masih bertugas di Desa Wadas hanya melakukan pengamatan dan kegiatan sosial. 

"Hanya ada beberapa anggota untuk melakukan pengamatan dan bakti sosial kepada masyarakat biar rukun kembali," ujar Kapolda.  

Perang narasi itu pun berlanjut. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan, penolakan warga terhadap kegiatan penambangan batu andesit material pembangunan proyek Bendungan Bener di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo Jawa Tengah, itu tak berpengaruh secara hukum.  

Mahfud MD menyatakan, tak ada pelanggaran hukum terhadap rencana proyek tersebut. Pasalnya, warga yang menolak telah mengajukan gugatan ke PTUN hingga kasasi ke MA dan ditolak.  Artinya, kata Mahfud, program pemerintah sudah benar, sehingga kasusnya sudah lama inkrah. Demikian pula instrumen yang disebut instrumen Amdal sudah terpenuhi tidak ada masalah yang dilanggar.  Mahfud bahkan menyebut suasana di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah pada Selasa (8/2), tidak seperti tergambar di media sosial dan pemberitaan.

"Itu sama sekali tidak terjadi sebagaimana yang digambarkan. Terutama, di media sosial," kata Mahfud dalam keterangan persnya, Rabu (9/2). 

Pernyataan Mahfud MD juga diamini ulama Purworejo.  Habib Hasan bin Agil Ba'abud memastikan, kasus pengepungan Desa Wadas yang ramai di media sosial sebenarnya tak sesuai kenyataan. Sebab, menurutnya, apa yang ditampilkan dinilai telah dilebih-lebihkan.  Habib Hasan mengaku prihatin saat melihat tanggapan publik terhadap kasus pengepungan tersebut. Menurutnya, sebagai manusia modern, rakyat Indonesia seharusnya bisa lebih bijak dalam merespons masalah yang viral di media sosial. 

“Sebagai tokoh agama dari Purworejo, saya turut prihatin dan sedih dengan adanya pemberitaan di media sosial yang tidak sesuai dengan kenyataan tentang kegiatan pengukuran lahan di Desa Wadas,” ujar Habib Hasan melalui video singkat, Jumat (11/2). 

Kita berpandangan, perang narasi ini sejatinya tidak berujung hanya sebagai "saling klaim" belaka. Narasi yang dibangun kedua pihak, hendaknya bukan sebagai ajang pembenar klaimnya sendiri dan mereduksi klaim pihak lainnya. Namun harus dalam kerangka mencari resolusi konflik yang terjadi. 

Kita percaya bahwa proyek pembangunan bendungan Bener, merupakan rencana pemerintah untuk memberikan kemaslahatan dan kesejahteraan rakyat banyak. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2020, Bendungan Bener masuk menjadi salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo. Dari total 201 PSN, 48 di antaranya di sektor pembangunan infrastruktur bendungan.  

Mengutip laman Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KPPIP), penanggung jawab proyek Bendungan Bener diemban oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak Direktorat Jenderal (Ditjen) SDA.  Total investasinya mencapai Rp 2,06 triliun yang didanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Proyek ini digarap keroyokan oleh tiga Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Karya yakni PT Brantas Abipraya (Persero), PT PP (Persero) Tbk, serta PT Waskita Karya (Persero) Tbk.   Bener akan menjadi bendungan tertinggi pertama di Indonesia dan kedua di Asia Tenggara yang menjulang hingga 150 meter.

Dilansir BBWS Serayu Opak, Bendungan Bener akan menyuplai air untuk lahan irigasi sawah seluas 13.589 di daerah eksisting dan 1.110 di area baru. Kemudian, berfungsi dalam memenuhi air baku bagi masyarakat sekitar 1.500 liter per detik. Bendungan Bener juga bermanfaat untuk pembangkit listrik di Kabupaten Purworejo sekitar enam megawatt (MW). 

Namun, pembangunan proyek yang ditujukan untuk kemaslahatan rakyat itu sejatinya harus dilakukan dengan cara-cara yang elegan dan tidak menyakiti hati rakyat. Masih banyak pendekatan dialogis dan humanis yang dapat ditempuh, sehingga menghindari kekerasan oleh aparat keamanan di lapangan.

Kita hormati pula hak para aktivis untuk mendampingi warga yang menolak. Namun, hak melakukan advokasi yang dilindungi undang-undang itu hendaknya tidak disalahgunakan untuk melakukan kampanye negatif di media sosial, yang membuat kesan hiperbola sehingga menjadikan peristiwa dan suasana di media sosial "lebih seram" dari fakta sebenarnya di lapangan.  

Pada akhirnya, kita sepakat, konflik Wadas ini harus secepatnya dibahas dalam suasana hangat dan terbuka. Kedua pihak duduk dalam satu meja, mencari solusi yang membahagiakan semua pihak. Kata pepatah Jawa, Ngluruk Tanpo Bolo, Menang Tanpo Ngasorake. Berjuang tanpa perlu membawa massa; Menang tanpa merendahkan atau mempermalukan. Kita pun memiliki kearifan lokal yang bisa diterapkan, ana rembug ya dirembug. Jadi, mari dirembug dan dimusyawarahkan!