Perang Obor Jadi Branding Menarik Pariwisata di Bumi Kartini Jepara

Dinas Parbud dam Diskominfo Jepara diminta Pj Bupati segera membranding Perang Obor sebagai ikon pariwisata di Kabupaten Jepara. Arif Edy Purnomo/RMOLjateng
Dinas Parbud dam Diskominfo Jepara diminta Pj Bupati segera membranding Perang Obor sebagai ikon pariwisata di Kabupaten Jepara. Arif Edy Purnomo/RMOLjateng

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan bersama Dinas Komunikasi dan Informatika diminta segera membranding Perang Obor sebagai ikon pariwisata di Kabupaten Jepara.


Permintaan itu disampaikan Penjabat Bupati Jepara, Edy Supriyanta, usai melihat potensi pagelaran tradisi Perang Obor di Desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan, yang bisa menarik kunjungan wisatawan di Bumi Kartini.

Dalam gelar perang obor sebagai rangkaian sedekah bumi yang rutin digelar tiap tahun di Desa Tegalsambi, antusias masyarakat dari Jepara dan berbagai daerah sangat luar biasa dan berlangsung meriah, Senin (20/5) malam.   

Tak mengherankan jika tradisi yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi ini, digelar rutin tiap tahunnya pada Senin Pahing atau malam Selasa Pon bulan Dzulhijah.

Festival kearifan local yang digelar di perempatan Desa Tegalsambi itu, juga menarik minat warga lokal, nasional hingga mancanegara.

“Festival ini memiliki makna sebagai ritual untuk tolak bala dari roh-roh jahat, serta ungkapan rasa syukur masyarakat Tegalsambi,” ujar Pj Bupati Jepara, Edy Supriyanta, Selasa (21/5).

Edy juga meminta masyarakat melestarikan, mengembangkan, serta mengenalkan tradisi dan nilai-nilai luhur sejarah serta budaya local asal Jepara.

“Kalau boleh nanti, Perang Obor ini kita ingin tampilkan di lokasi pariwisata, seperti pantai untuk menarik minat wisatawan yang lebih luas,” imbuhnya.

Untuk diketahui, salah satu tradisi Perang Obor merupakan festival yang menampilkan perang api (obor) menggunakan blarak atau pelepah daun kelapa yang dibakar membara.

Kemudian antar peserta yang berpasangan, saling beradu dan saling memukul menggunakan pelepah daun kelapa yang telah terbakar itu. Agar para pemain aman dan tidak terbakar saat ikut perang obor, ada ramuan khusus sehingga kulit tidak merasa panas saat terkena kobaran api.

Salah satu pemain perang obor, Yanto (51) mengaku tertarik mengikuti perang obor karena ada keseruan tersendiri. Ia mengawali menjadi pemain perang obor sejak tahun 2003 hingga saat ini.

Pria asli kelahiran Desa Tegalsambi itu tidak pernah sekalipun mendapatkan luka serius akibat sabetan api saat bermain perang obor.

“Jika terluka karena sabetan api obor, biasanya hanya diolesi minyak pusaka yang tersedia di rumah petinggi. Luka bakar akan cepat sembuh dan tidak terasa sakit lagi,” katanya.