Profesor bidang ekonomi Universitas Sebelas Maret (UNS) Prof. Dr. Izza Mafruhah patenkan tiga motif batik miliknya. Yakni motif batik Benteng Pendem, Waduk Pondok dan Edi Tirto. Dimana motif batik ini diilhami dari kekhasan daerah masing-masing.
- MPR RI : Tingkatkan Penelitian di Berbagai Bidang untuk Akhiri Kondisi Ketidakpastian Akibat Pandemi
- KSP Optimis LRT Jabodebek Siap Soft Launching Pertengahan Juli 2023
- BPJS Ketenagakerjaan Serahkan Santunan Rp 318,1 Juta Untuk Nakes Yang Gugur Karena Covid-19
Baca Juga
Berawal dari penelitian dan pengabdian masyarakat berinisiatif untuk membuatkan batik dengan motif khas daerah yang diteliti. Motif batik Benteng Pendem dan Waduk Pondok yang diciptakannya terinspirasi dari kekhasan Kabupaten Ngawi. Sementara itu, motif terakhir tercetus dari kekhasan yang dimiliki Kabupaten Sragen.
Menurutnya dalam falsafah Jawa ada ungkapan ajining raga saka busana yang berarti kehormatan badan dilihat dari busananya. Dari situlah maka dirinya tertarik untuk membuat batik.
"Batik kan kalau dilihat bagus dan indah gitu. Jadi kita mempromosikan daerah melalui pakaian tadi. Saat ada yang tanya wah batiknya bagus, nah saya bisa cerita kalau ini nih Sragen gitu jadi sekalian bisa kita promosikan," jelas profesor di bidang Ekonomi Pembangunan ini dalam rilis tertulisnya Selasa (1/3).
Dirinya mengembangkan motif batik dengan konsep HEBAT, yang merupakan Konsep singkatan dari heritage, ecology, batik, agriculture, and tourism.
Melalui konsep tersebut, dia berupaya merekam kekhasan suatu daerah dari segi peninggalan sejarah, ekologi, batik, pertanian, dan pariwisata.
Batik bermotif Waduk Pondok dan Benteng Pendem itu juga dibuat dengan teknik khusus. Dua motif batik tersebut dibuat dengan perpaduan batik tulis dan cetak. Pembuatanya memanfaatkan malam dingin.
"Keuntungan teknik ini yakni motif batik timbul seperti pada batik tulis, tetapi pengerjaannya lebih cepat karena dicetak menggunakan malam dingin," bebernya.
Jadi batik ini merupakan perpaduan antara tulis dan cetak. Batik ini dicetak dengan malam dingin atau lilin. Sementara batik tulis memakai malam panas dan memakan waktu lama sehingga tidak setiap pengrajin batik siap karena dia harus punya serep.
"Kami dan tim mempercayakan produksi batik tersebut kepada UKM yang ada di Kabupaten Sragen. Kami memang nggak mau ke pabrik besar, kami inginnya ke UKM supaya dapat membantu UKM-UKM batik di sana," pungkasnya.
- Presiden Dorong Pemanfaatan Lahan Pekarangan dan Lahan Tidak Produktif
- Pemkot Semarang Terus Genjot Tracing Agar Bisa Turun Level
- Taj Yasin: Tokoh Agama Tempat Bertanya Masyarakat