Dewan Pers mendapatkan mosi tidak percaya dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Jawa Timur (Jatim). Dewan Pers diduga melakukan kinerja yang salah dan melanggar UU Pers dengan merubah tanggal peringatan Hari Pers Nasional (HPN).
- KPU Prediksi Parpol Lakukan Ritual Injury Time Pendaftaran Capres
- KPPS Bertugas Saat PSU: Tak Ada Honor Tambahan
- Koalisi Jokowi Dan Prabowo Belum Solid, PKS Buka Komunikasi Dengan PKB Dan Golkar
Baca Juga
PWI Jatim merasa Hari Pers Nasional (HPN) 9 Februari sesuai dengan Keppres 5/1985. Penghargaan atas perjuangan wartawan sebelum dan sesudah kemerdekaan, termasuk di masa reformasi, maka sangat perlu menguatkan HPN pada 9 Februari.
"Tanggal 9 Februari itu merupakan kebersamaan seluruh media dan organisasi wartawan yang berbeda, menyatakan sikap tanggal 9 Februari sebagai hari kelahiran Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada tahun 1946," kata Jurubicara PWI Jawa Timur, Lutfi Hakim dalam pernyataan tertulisnya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (17/4).
PWI Jatim juga meminta pemerintah mengembalikan kinerja Dewan Pers sesuai dengan UU Pers, yang sama sekali tidak mengatur mengenai perubahan HPN.
Bahkan, menurut Lutfi, verifikasi perusahaan pers sesuai dengan UU Pers, harus dikembalikan ke organisasi perusahaan pers dan Dewan Pers hanya berfungsi mendata.
"Demikian juga dalam melakukan kompetensi wartawan, harus diserahkan sepenuhnya kepada organisasi kewartawanan yang profesional dan bertanggung jawab. Sedangkan Dewan Pers hanya menerima data, bukan memverifikasi," terangnya.
Pemerintah, lanjut dia, harus bertindak tegas menjaga NKRI dari berbagai upaya memecah belah dan menghilangkan sejarah yang sifatnya justru tidak mendukung pers bebas yang bertanggung jawab.
Menurutnya, pengubahan HPN dengan memandang sebelah perjuangan organisasi wartawan sebelum dan sesudah kemerdekaan, serta mempunyai sejarah perjuangan sangat panjang, sama dengan mengubur perjuangan wartawan Indonesia masa lalu.
Lutfi mengimbau, rekrutmen Dewan Pers harus proporsional sesuai dengan jumlah anggota wartawan yang profesional, dan jumlah perusahaan pers yang sesuai dengan UU Pers.
"Sebab verifikasi yang tidak profesional dari Dewan Pers, justru melanggar pasal 28 UUD, menyumbat aspirasi masyarakat pers. Sementara aspirasi masyarakat saja diberi hak asasi," jelasnya.
- Kumpulkan Pengurus Partai, Bawaslu Batang Beberkan Larangan Selama Kampanye
- Tokoh Pemuda Pemalang Bantu Polres Pantau Pilkades Serentak 2022
- Ini Pesan Khusus Eks Gubenur Jateng untuk Gus Yasin