Qurban dan Teladan Kepemimpinan Pemuda Nabi Ismail AS

H. Sariat Arifia
H. Sariat Arifia

Ibadah qurban dalam Islam merupakan salah satu bentuk pengorbanan yang memiliki makna mendalam. Tidak hanya sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT, tetapi juga sebagai cerminan nilai-nilai kepemimpinan yang luhur. 

Kisah Nabi Ismail AS sebagai seorang pemuda yang rela menyerahkan dirinya untuk dikurbankan oleh ayahnya, Nabi Ibrahim AS, menjadi teladan abadi tentang keikhlasan, kepatuhan, dan keberanian dalam menghadapi ujian.

Kisah Nabi Ismail AS mengajarkan kita tentang pentingnya ketaatan dan keikhlasan dalam kepemimpinan. Ketika ayahandanya, Nabi Ibrahim AS, menyampaikan perintah Allah SWT untuk mengorbankan Ismail, sang putra tidak ragu sedikit pun untuk menerima takdirnya. 

Beliau berkata kepada ayahnya, sebagaimana tercantum dalam Al-Qur'an Surah Ash-Shaaffaat ayat 102: "Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar."

Ketaatan Ismail yang begitu tulus dan keikhlasannya dalam menerima perintah Allah SWT mencerminkan sikap seorang pemimpin sejati. 

Pemimpin yang baik adalah mereka yang mampu menjalankan perintah dengan penuh tanggung jawab, meskipun perintah tersebut sulit atau tidak sesuai dengan keinginan pribadi.

Pemimpin sejati adalah mereka yang taat kepada perintah Allah semata mata mengharap ridho Allah, jangankan waktu, tenaga namun nyawa merekapun mereka serahkan kembali karena semuanya sebenarnya cuma titipan sesaat.

Selain ketaatan dan keikhlasan, Nabi Ismail AS juga menunjukkan keberanian dan keteguhan dalam menghadapi ujian. Beliau tidak gentar atau mengeluh ketika mengetahui akan dikorbankan, melainkan menerima takdirnya dengan lapang dada. 

Sikap ini tergambar dalam firman Allah SWT dalam Surah Ash-Shaaffaat ayat 102: "insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar."

Keberanian dan keteguhan adalah sifat-sifat penting bagi seorang pemimpin. Pemimpin yang baik harus mampu menghadapi tantangan dan kesulitan dengan kepala tegak, serta tetap teguh pada prinsip dan keyakinannya. 

Orang muda senantiasa menjadi penggerak utama dalam sebuah perubahan menuju cita-cita dan masa depan yang lebih baik. 

Masa depan sebuah bangsa akan hancur apabila para pemudanya tidak memiliki keteguhan, dan tidak siap menghadapi berbagai kesulitan dan tantangan. Hidup bukan hanya sekedar zona nyaman, tapi selalu ada tantangan yang harus di hadapi.

Apa yang dilakukan Nabi Ismail merupakan simbol keteguhan. Ia tidak mundur dari ujian yang sampai kepadanya. Pengorbanan dan ketaatan Nabi Ismail AS itu, kini diperingati sebagai Hari Idul Adha.

Ibadah qurban, yang dilaksanakan setiap tahun pada Hari Raya Idul Adha, merupakan simbol dari pengorbanan dan ketaatan kepada Allah SWT. 

Dalam konteks kepemimpinan, qurban mengajarkan kita untuk rela berkorban demi kepentingan yang lebih besar karena Allah SWT,  bukan semata mata  untuk keuntungan diri pribadi saja.

Pemimpin yang baik adalah mereka yang siap mengorbankan waktu, tenaga, bahkan harta benda demi kesejahteraan rakyatnya. 

Ibrahim sebagai pemimpin manusia malah menunjukkan kapabilitas tertinggi mengorbankan sesuatu yang paling disayanginya karena perintah Allah.

Saat ini ada trend politik yang begitu kuat yang kita rasakan Bersama. Ada kecenderungan sebagian elit politik yang berupaya mengorbitkan anak-anaknya untuk mendapatkan kursi kekuasaan. 

Sebuah kecenderungan -bisa juga ambisi- yang sunguh bertentangan dengan yang dilakukan Nabi Ibrahim AS. 

Sebagai seorang ayah, Nabi Ibrahim menunjukkan teladan kepemimpinannya dengan mengorbankan anaknya untuk mentaati perintah Allah dengan sepenuh hati.

Oleh karena itu semoga di dalam Idul Adha ini kali, kita semoga termasuk menjadi orang orang yang taat kepada Allah, sabar dan teguh di Jalan Allah dan mampu mengikuti jejak Nabi Ibrahim. 

Membebaskan diri dari kepentingan pribadi dan sanggup berkorban bagi orang banyak untuk mendapatkan keridhoaan Allah SWT.

Penulis adalah Dewan Redaksi RMOLJateng