Revisi UU Narkotika Mentok Karena Ego Sektoral Lembaga

Rencana pemerintah yang sudah lebih dari tiga tahun merevisi UU 35/2009 tentang Narkotika masih mentok. Pasalnya, di tingkat pemerintah sendiri belum ada kesepahaman berkaitan beberapa pasal dalam draf revisi.


Ketua Asosiasi Ilmuwan Praktisi Hukum Indonesia ( Alpha), Azmi Syahputra menilai masih ada lembaga yang ego sektoral belum mau menandatangani draf revisi UU tersebut.

Menyisir revisi draf UU Narkotika menurut dia, ada beberapa hal krusial yang menjadi titik berat yaitu ketentuan tidak mengkriminal penyalahguna narkotika (pemakai), mengenai rehabilitasi dan wacana memperluas kewenangan BNN untuk diberikan penyadapan, mengkaitkan dengan tindak pidana pencucian uang serta kerjasama antarinsitusi.

"Misal berkait tentang rehabilitasi ini saja belum ada kesepakatan karena pintumasuk nya adalah TAT.( Thematic Apperception Test)," terangnya kepada Kantor Berita Politik RMOL

TAT sendiri berfungsi untuk menilai seseorang yang tertangkap untuk ditentukan apakah sebagai pengguna, penyalahguna atau pengedar  melalui wawancara pemeriksaan.

Padahal hasil assesment yang dilakukan pegawai bidang legal BNN, dokter dan tim Kementerian Kesehatan yang sudah bersertifikasi ini dapat dijadikan sebagai rekomendasi dalam hal jaksa memberikan dakwaan dan  tuntutan.

"Ironisnya sampai saat ini tentang TAT ini belum ada kesepahaman malah diduga jaksa ingin agar bagian TAT ini menjadi kewenangan kejaksaan dalam penetapannya karena selama ini jaksa hanya menerima hasil rekomendasinya saja," terang Azmi melalui pesan elektronik yang diterima redaksi, Minggu (5/8).

Bahkan, lanjut Azmi, tidak jarang jaksa meminta TAT tersendiri setelah seseorang sudah di-TAT oleh tim assesment terpadu BNN.

Sementara sifat hasil pemeriksaan TAT  hanya melalui wawancara dan tidak ada saksi. Diduga TAT ini berpotensi menjadi salah satu bagian "area rebutan kewenangan antarlembaga karena akan jadi poin untuk diajukan dalam bentuk anggaran pemeriksaan.

"Hal hal beginilah yang terkadang menjadi kendala terhambatnya revisi UU Narkotika. Padahal diketahui dan menjadi kesepakatan masalah narkotika adalah musuh bersama dan diketahui ada 72 jaringan internasional mafia narkoba yang masuk Indonesia yang akan menyerang ana- anak ataupun masyarakat Indonesia," paparnya.

Ia mengimbau orang terkiat dalam pemerintah agar tidak ego sektoral dan lebih mengutamakan kepentingan lebih besar yaitu terlindungannya warga negara, adanya kepastian hukum serta demi keamanan nasional.

"Ingat membangun sistem sama dengan membangun masa depan," tutupnya.