Sapi pemakan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang ternyata disinyalir menjadi penyebab utama Kota Semarang gagal meraih Penghargaan Adipura periode 2017-2018.
- Rektor UMS Dapatkan Penghargaan Tokoh Pendidikan Berkemajuan dan Inspiratif
- Job Fair 2024 Telah Digelar Di Gedung Korpri Slawi Hadirkan 2.000 Loker
- Udinus Dinobatkan Sebagai 10 PTS Terbaik di Indonesia
Baca Juga
Hal tersebut terungkap saat Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Lindu Aji Institute di Menara Suara Merdeka, Jumat(15/2).
Dalam diskusi yang mengangkat tema "Semarang Tanpa Adipura, Kenapa?" Itu diketahui banyaknya warga yang melepas sapi untuk mencari makan di timbunan sampah membuat penilaian Adipura Kota Semarang di sektor TPA sangat rendah.
Berdasarkan data penilaian Adipura dari Dinas Lingkungan Hidup, Kota Semarang hanya berhasil meraih nilai 66,16 di bidang TPA di penilaian Pemantauan Verifikasi (PV).
"Memang penyebab utamanya nilai TPA yang buruk. Kemungkinan karena masih ada sapi-sapi yang mencari makan di situ. Seharusnya tidak ada makhluk hidup (hewan) di situ," ucap Kepala DLH Kota Semarang, Muthohar.
Muthohar mengungkapkan, pengelolaan sampah di lahan seluas 46 hektar sebenarnya sudah cukup baik. Pemanfaatan bio gas bagi warga hingga berbagai alternatif sumber energi yang baru juga masih terus berjalan.
Warga yang memiliki sapi juga sudah dilarang untuk melepas ternaknya di area TPA.
Oleh karena itu pihaknya optimis Kota Semarang mampu kembali meraih Adipura. Terlebih, saat ini Pemkot Semarang telah menerapkan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di TPA Jatibarang.
"Soal sapi sekarang sudah tidak ada yg mendekat, sampah di Jatibarang ditutup membran untuk PLTSa, sapi hanya mendekat di sampah baru yang baru datang, itupun makan sampah organik," tambah Muthohar.
Sementara, Aktivis Lingkungan, Sukarman mengatakan selain TPA, pengelolaan sampah di Kota Semarang dari dulu tidak pernah terselesaikan.
Sukarman bahkan menilai ada regulasi yang kurang tepat dan berdampak pada pencemaran di Kota Semarang.
"Misalnya perizinan industri, apakah sudah sesuai dengan tata ruang? Lalu soal kenapa tidak ada kebijakan minimarket tidak memakai plastik?" Ujarnya.
Sukarman pun berharap Pemkot Semarang lebih fokus dalam penanganan sampah. Menurutnya Banyak program-program yang bisa dilakukan dengan melibatkan langsung masyarakat.
Untuk diketahui, pada penilaian Adipura 2017-2018 Pemkot semarang hanya memperoleh nilai rata-rata PV 73,35. Selain TPA, pengelolaan pasar terminal dan pantai masih menyandang nilai yang sangat rendah.
Sementara, Sekretaris Lindu Aji Institute (LAI) Nanang Setyono mengungkapkan dengan adanya FGD tersebut Lindu Aji ingin memberikan kontribusi yang nyata bagi Kota Semarang. Dengan menghadirkan berbagai narasumber, FGD diharapkan memberi solusi mengatasi masalah di perkotaan.
"Rencana diskusi ini kami gelar rutin, temanya tentu tentang masalah-masalah di Kota Semarang. Kami ingin ikut berkontribusi memberikan gagasan mengatasi masalah di Kota Semarang," tandas Nanang.
- Kampanyekan Tagline Unggul Berkemajuan, Muhammadiyah Kudus Semangat Majukan Pendidikan
- Dosen ISI Solo Gelar Aksi Damai Tuntut Pencairan Tunjangan Kinerja
- SMA Islam Ahmad Yani Batang Pamerkan Karya Hasil Daur Ulang Sampah