Semangat Ngadi, Perjuangan Payung Juwiring Manfaatkan Era Digital

SEPERTI biasa, rumah di gang sempit Dusun Gumantar itu terlihat cantik berhiaskan payung-payung lukis di sisi kanan dan kiri. Sesekali, terlihat pengrajin merapikan gambar di atas payung yang terbuat dari kain dan kertas itu.


Aroma cat yang khas juga selalu tercium di antara canda dan tawa para pengrajin. Demikian gambaran singkat rumah sederhana milik Ngadi Yakur, seorang pengusaha payung lukis khas Juwiring, Klaten, Jawa Tengah yang masih bertahan hingga kini.

Ngadi sapaan akrabnya, sudah tidak ingat lagi kapan pastinya ia mulai meneruskan bisnis kerajinan payung lukis keluarganya. Ngadi hanya ingat kali pertama membuat payung tak lama setelah era orde baru runtuh dan krisis moneter menyerang Indonesia.

Berawal dari ketidaksengajaan, Ngadi yang awalnya enggan membuat payung lukis kini justru mengandalkan hidup dari payung hampir dua dekade terakhir. Melalui payung lukis Ngudi Rahayu, Ngadi merajut asa bersama puluhan pengrajin yang membantunya.

Tak kurang 50 payung lukis berbagai ukuran diproduksi di rumahnya saban hari. Jumlah itu kadang meningkat sesuai pesanan. Satu buah payung dihargai mulai Rp 25 ribu hingga Rp 1,5 juta sesuai ukuran.

Meski demikian perjuangan payung Juwiring tidaklah mudah. Era digital sekarang ini bukanlah era yang bersahabat bagi payung lukis Ngudi Rahayu. Peminat payung lukis sempat merosot di awal kepopuleran internet. Generasi muda lebih memilih kerajinan seni modern yang terkesan nyeleneh dan nyentrik ketimbang ikut melestarikan kerajinan yang sudah ada sejak zaman kerajaan nenek moyang.

"Jumlah pesanan menurun drastis saat itu hingga tahun 2013. Kadang tidak ada pesanan sama sekali, sempat putus asa. Banyak pengrajin yang lebih memilih berhenti dan bekerja di pabrik," ungkap Ngadi saat berbincang dengan RMOLJateng, di rumahnya, Kamis (11/10).

Semangat Ngadi kembali bergejolak tatkala payung lukis Ngudi Rahayu mendapat ruang di Festival Payung Indonesia di Solo tahun 2014 silam. Saat itu ratusan payung karyanya dipajang di sana.

Kegiatan yang digagas Kementerian Pariwisata itu benar-benar berpengaruh bagi rumah payung lukis miliknya. Promosi besar-besaran payung lukis di media sosial membuat pesanan payung khas Juwiring perlahan naik. Dirinya bahkan tak menyangka era digital dengan  internet dan sosial medianya membantu payung Juwiring bernafas lega.

"Sejak saat itu pesanannya kembali naik. Kebutuhannya macam-macam, ada yang untuk kegiatan kesenian sampai kegiatan pendidikan," terangnya.

Perlahan tapi pasti, payung Juwiring kembali mengepakan sayap cantiknya. Hingga saat ini pesanan payung Juwiring tidak pernah sepi meski tidak seramai masa kejayaannya.

Manfaatkan Media Sosial Bersama Penyelenggara Logistik

Kemudahan promosi payung lukis Juwiring melalui media sosial membuat pesanan mengalir dari berbagai daerah di Indonesia bahkan hingga ke mancanegara. Ngadi pun menyebut peran penyelenggara logistik yang sangat vital bagi kelestarian payung Juwiring.

Hampir seluruh jasa pengiriman besar menjadi langganan payung lukis Ngudi Rahayu. Jenis jasa pengirimian juga Ngadi pilih sesuai keinginan pemesan payung.

"Semenjak ada promosi di internet pengiriman juga lebih mudah sejak banyaknya jasa pengiriman. Jadi saya tidak khawatir meski mendapat pesanan yang jauh.

Salah satu penyelenggara logistik terbesar di Indonesia JNE mengaku pengguna jasa pengiriman terus tumbuh dari tahun ke tahun. Head Of Regional JNE Jateng-DIY, Marsudi mengatakan pertumbuhan cukup signifikan juga terjadi di Jawa Tengah. "Optimis konsisten pertumbuhan di Jawa Tengah 30-40 persen," ungkap Marsudi melalui keterangan resmi.

Hingga saat ini, 70 persen pengiriman di JNE juga masih didominasi e-commerce. Melihat geliat jual beli berbasis internet yang terus berkembang, JNE optimis pertumbuhan jasa pengiriman secantik payung Juwiring.