Tarif Medical Chek Up di Grobogan Mahal, Pelamar CPNS dan P3K Beralih di RS Sragen dan Boyolali

Ilustrasi Medical Chek Up. Freepik.com
Ilustrasi Medical Chek Up. Freepik.com

Warga Grobogan Jawa Tengah beramai-ramai datangi rumah sakit Sragen dan Boyolali untuk melakukan medical chek up di sana.


Hal itu, sebagai pra syarat untuk mendaftarkan diri dalam rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). 

Warga lebih memilih mendatangi rumah sakit luar kota, termasuk Sragen dan Boyolali lantaran tarif medical chek up di sana lebih murah dibandingkan tarif di Grobogan. 

Salah satu honorer WN, yang ikut melakukan chek up disana mengaku, ia terpaksa melakukan chek up di Boyolali lantaran hanya memakan biaya Rp 250 ribu, sementara di Grobogan mencapai Rp 600 ribu. 

"Seperti RS Simo, Waraswiris dan rumah sakit Sragen lainnya rata-rata Rp 250 ribu. Karena kondisi keuangan juga minim, lumayan lah, sisa dapat digunakan untuk kebutuhan lainnya," ungkapnya. 

Dia bersama kawan lainnya, berangkat bersama ke rumah sakit Simo Boyolali untuk medikal chek up. Bukan secara kolektif. 

Terpisah, Direktur RSUD R Soejati Purwodadi Grobogan Edi Mulyanto mengatakan, mengenai tarif yang berlaku di RSUD, disesuaikan dengan Perda Grobogan Nomor 8 Tahun 2023. 

"Untuk tarif, kita mengacu perda yang sudah diundangkan, jadi kita tidak mematok tarif sendiri. Kemudian, fasilitas serta golongan kelas rumah sakit juga menyebabkan adanya perbedaan tarif," terangnya, Kamis (16/1) siang.

Misalnya rumah sakit untuk golongan kelas B, lanjutnya, memiliki perbedaan tarif dengan rumah sakit kelas D.

Dikatakannya, pemeriksaan kesehatan untuk calon pegawai meliputi banyak hal, termasuk cek psikologi. Berbeda dengan chek up calon perangkat maupun kepala desa. 

"Meski dinilai mahal, jika dibandingkan dengan rumah sakit swasta pasti lebih rendah, sebagai contoh silakan bandingkan tarif dengan Yakkum," imbuhnya. 

Edi mengaku, tak berani menurunkan harga yang sudah ditetapkan di Perda, sebab jika ada pemeriksaan, pihaknya harus mengganti kerugian yang ditimbulkan.

Terlebih, BKN tidak mensyaratkan pelamar membuat surat dari wilayah domisili. Dia pun memaklumi kondisi masyarakat Kabupaten Grobogan. 

"Ketika nantinya tidak ada kesesuaian kemampuan baik dari pihak masyarakat atau pun rumah sakit, maka akan dilakukan revisi perda," ungkapnya.