Teddy Sulistio : Dulu untuk Jadi Apa Pun di PDI Karena Tugas Serta Kebanggaan, Sekarang Lobby Plus Uang

Detak jam belum juga menunjukkan matahari benar-benar menampakkan teriknya. Suara handphone menandakan pesan masuk bertubi-tubi membuat bising telinga si pemiliknya.


Tertera, nama pengirimnya sarasa tak asing untuk dibaca, Ketua DPC PDIP Salatiga Teddy Sulistio.

Tulisan panjang mirip curahan hati dalam sebuah 'diary' itu tanpa ada jedah, tanpa titik koma, isinya pun menyentak.

Semua curhatan itu masih berkutat soal pengunduran dirinya dari Ketua DPC PDIP Salatiga serta Anggota DPRD Salatiga, yang mengejutkan perpolitikan di Jawa Tengah.

Tanpa ba-bi-bu, Teddy menyampaikan kekecewaannya setelah 20 tahun 'berdarah-darah' membesarkan nama PDI hingga akhirnya menjadi partai besar, sebesar PDI-P saat ini.

"Dulu untuk jadi apa pun di PDI karena penugasan, karena kebanggaan. Sekarang karena lobby dan uang," tulis Teddy Sulistio dalam pesan WhatsApp nya kepada RMOLJateng, Kamis (28/10) pagi.

Ia pun menyinggung soal kebanggaan sebagai anak yang dibesarkan dari keluarga militan, serta kerinduan akan partai 'wong cilik' hang kembali kepada rohnya 'wong cilik'.

"Kami merindukan partai 'wong cilik' ini kembali kepada rohnya 'wong cilik'. Ternyata kebanggaan saya sebagai anak pendiri PDI pro-Mega dimata DPD dan DPP 'gak' terlihat, mungkin saking sibuknya beliau-beliau," sindir Teddy.

Dengan menyelipkan bahwa saat mengirim pesan tersebut kepada wartawan RMOLJateng dalam kondisi menangis dan tidak ingin ditemui atau menerima tamu siapa pun.

"Saya 'ngetik' sambil nangis. Saya sudah menjadi orang asing di rumah sendiri. Saya gak bisa 'say hello' lobby apalagi duit," demikkan isi pesan Teddy.

Ia pun mencoba mengingat, masa-masa perjuangan disertai semangat yang mem orang-orang macam dirinya karena sebuah kebanggaan belaka tanpa embel-embel uang.

Sekarang diakuinya, uang dan kekuasaan menjadi tradisi. Partai tidak boleh jadi golongan yang brengsek.

Ia pun mempersilakan DPD DPP PDIP untuk mengambil kembali atau jika perlu secara pribadi Teddy mengaku akan mengembalikan tanpa diminta.

"Silahkan semua ambil, bahkan sebelum diambil saya kembalikan,  karena saya dididik pak Djat (sang ayah Djatmiko Wardoyo) demikian," ujarnya.

Dahulu Tasdi, kenang Teddy, kawan seperjuangannya Ketua DPC Purbalingga ditangkap KPK. Paginya DPP pecat.

"Tetapi yang DPP yang curi beras tidak dipecat," tulisnya, lantang.

Apakah ini berkaitan dengan isu diluaran sana, bahwa sang adik Soni Wicaksono (Wakil Ketua DPC PDIP Salatiga) yang dalam dua tahun terakhir dipersiapkan untuk maju Pilkada Salatiga sebagai Calon Wali Kota Salatiga, tidak mendapat rekomendasi dari pucuk pimpinan PDI-P.

Lagi-lagi, pertanyaan RMOLJateng tidak digubris Teddy. Dan lagi-lagi, pria akrab di sapa Bung Teddy ini mencurahkan kekecewaannya selama membesarkan PDIP khususnya di Salatiga, dalam tulisan panjang tanpa bisa distop.

"Tapi partai solid, kader di 'openi', setiap agenda politik selalu berdarah-darah itu bentuk loyalitas saha kepada pimpinan dan partai. Politik (oh) polìtik," ujarnya.

Dalam curhatannya, Teddy sempat menyinggung bagaimana kisah sang ibu kandung Sri Oetami Djatmiko meniti, bersama-sama dari bayi terlahir tanpa noda hingga berlari sampai adu jotos dalam setiap perjuangan di dunia perpolitikan bersama Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

"Sy hanya nyuwun 'Ibu' kembali menjadi ibu kami yang seperti dulu, sejak kanak saya diajak ke kebagusan oleh Sri Oetami Ketua DPC PDI (belum PDI Perjuangan)," kisahnya.

"Kami berdua, lanjut dia, naik bus untuk laporkan perkembangan Salatiga. Jaman Suharto rapat partai mana berani, Kodim, Polisi perlakukan kami seperti maling. Kami di PKI kan," lanjut dia.

Turun bus di Kampung Rambutan, dilanjutkan naik ojeg ke Kebagusan. Dengan halaman luas, tanaman macem-macem, ia dan Sri Oetami Djatmiko tidak berani masuk. Anak ini duduk dilantai teras rumah besar Megawati Soekarnoputri kala itu.

"Mbak mega (biasa kita dulu panggil) baru renang, siram dan dahar mungkin. Cukup lama duduk di lantai," sebut dia lagi, mengenang semuanya.

Sambil berdebar-debar, ia dan sang bunda terus tertawa kecil karena 'mbak' Sri - orang dekat 'mbak' Mega (Megawati Soekarnoputri) di Kebagusan bilang, ibu mau menerima ibu anak ini.

Cukup lama Megawati Soekarnoputri keluar dari dalam rumah. Sangat jelas di ingatan, Teddy 'tua', langkah kaki Megawati Soekarnoputri menuju teras sudah berpakain rapi tas di jinjing. 

"Bu Mega 'ngendiko' piye 'mbak' Sri, Pak Djat (Djatmiko) sehat to. Bu Djat jawab sehat mbak," tulisnya lagi.

Kemudia, lanjut mengisahkan kenangannya, B Djatmiko serahkan oleh satu 'blek' kripik paru merk kijang (makanan khas Salatiga) kesukaan Megawati Soekarnoputri. Disaat bersamaan, Sri Oetami Djatmiko menyampaikan laporan hasil konsolidasi partai di Salatiga sambil menemani ibu Megawati Soekarnoputri menuju mobil.

"Hitungan lima menit kemudian, Bu Mega Megawati Soekarnoputri masuk mobil kursus bahasa inggris kata mbak Sri. Mobil pun menjauh, saya dan Bu Djat teriak merdeka saking senengnya. Dengan kondisi belum mandi, belum sarapan. Terus kami berdua naik ojek ke Kampung Rambutan, mandi dan sarapan seadanya," paparnya.

Disaat kondisi bekal uang pas-pasan, jaman susah, diakui Teddy bisa ke Jakarta suatu yang luar biasa jaman itu. Dengan bekal donat yang dibuat sendiri, ibu anak dari kota kecil bernama Salatiga itu mengaku semua dilakukan karena tidak terbiasa minta.

"Itu cerita jaman dulu. Sekarang apa beliau 'kerso' ya. Saya mau ketemu Bu Megawati aja ibu (Sri Oetami Djatmiko) dan bawa oleh-oleh kripik paru sekaligus ingin sampaikan kalau pak Djatmiko sudah sedo (meninggal dunia). Dan ingin sampaikan, kami anak kandungmu. Kami rindu engkau menyapa kami," tulisannya, panjang.

Menggambarkan kondisi jama dulu, anak-anak kost datang silih berganti orang cilik seperti dirinya tetap patuh dan disapa Putri dari Proklamator RI itu.

"Engkau menyapa, kami yang setia sejak engkau dihajar Suharto. Pak Djat setia disapa sampai sedonya (meninggalnya) beliau. Kami hanya minta kembalikan partai iji seperti dulu dan buang tikus-tikus partai," aku Teddy.

Atau, lanjut dia, jika ibu (Megawati Soekarnoputri) tidak berkenan biarlah apa yang mau ia rasakan bersama keluarga besarnya disampaikan dan bercerita kepada (almarhum) Djatmiko Wardoyo kelak bertemu.

Teddy kembali menegaskan, apa yang ia dan keluarganya lakukan untuk PDI-P tidak minta jabatan. 

"Kami tidak di didik membunuh temam sendiri, kami tidak ditanya kamu punya uang berapa ketika dukung engkau dulu, kami miskin tapi kecintaan kami BOLEH DIADU dengan tikus partai dari DPP, DPP sampai DPC," akunya.

Teddy dan Soni, kakak adik yang dibesarkan dari keluarga militan PDIP asal Salatiga ini, dengan merendah tidak sepintar "mereka". Namun, 'LOYALITAS' boleh dibuktikan sampai masuk liang lahat.

Ia hanya meminta, kembalilah menjadi milik 'Wong Cilik'. Ibarat jauh dari jangkauan, Teddy menilai sosok Megawati Soekarnoputri saat ini 'jauh' dan hanya bisa dilihat dari layar televisi.

"Sekarang hanya bisa lihat ibu di tv.

Dan kalau ketemu ajudan-ajudan, dorong kami jauh-jauh. Didampingi orang-orang yang kami tidak kenal. Kami rindu engkau, kabulkan permohonan tersebut, kami takut gagal," pungkas Teddy dalam pesan singkatnya.

Kembali dengan mengecilkan dirinya sebagai kader 'ndeso', ia hanya berharap sosok Megawati Soekarnoputri meluangkan waktu ditengah kesibukan menyapa 'wong cilik' macam dirinya. 

"Beliau, jujur saya ingin 'pinanggih' (bertemu) beliau dan mohon ijin atas perkenan ibu (Megawati Soekarnoputri) untuk saya jadi satgas atau pengurus anak ranting.  Tentu atas seijin Komandan Patjul  atau didampingi Komandan Patjul. Tapi siapa saya ini, saya hanya debu dibangunan raksasa PDI Perjuangan. Setiap perintah Partai selalu kami laksanakan dengan kebanggaan," imbuhnya.

Saat disinggung, apakah sudah mengetahui jadwal utusan DPP PDIP (Dyah Kartika 'Murdoko' Permanasari) akan menyambangi dirinya untuk mengklarifikasi terkait pengunduran dirinya, Teddy dengan singkat bertanya ada apa dan untuk apa.

"Ada apa mbak Tika diperintah mas Pacul. Saya diperintah menghadap mas Pacul akan saya laksanakan. Ada banyak hal yang membuat keputusan (pengunduran diri) itu terjadi. Teramat sangat banyak," tutur.

Ia pun menyebut tanpa tedeng aling-aling, bahwa Bambang Wuryanto (Bambang Pacul) mungkin tidak mengetahui jika Djatmiko Wardoyo telah berpulang.

"Kaget juga komandan Pacul tahu kalau saya anak militan partai Djatmiko Wardoyo," tandasnya.

Hal yang ingin ia sampaikan dalam pengunduran dirinya ini, intinya konstruktif untuk PDI Perjuangan.