Rencana normalisasi bantaran Kali Es yang berada di Kelurahan Sawah besar sejak tahun lalu, membuat cemas para Pedagang Kaki Lima (PKL) di sana karena harus pindah ke Dargo dan Penggaron.
- Kemenkeu Satu Surakarta Gelar Festival Memasak
- Polda Jateng Minta Keterangan Kepada 37 Orang
- Kemarau, Ratusan Embung Di Rembang Kering Kerontang
Baca Juga
Rencana normalisasi bantaran Kali Es yang berada di Kelurahan Sawah besar sejak tahun lalu, membuat cemas para Pedagang Kaki Lima (PKL) di sana karena harus pindah ke Dargo dan Penggaron.
Bagus Novanto Bagaskara, pengurus Paguyuban PKL Manunggal Jaya Abadi, saat mengadu ke Komisi B DPRD Kota Semarang, Rabu (17/2) menyatakan, para pedagang tidak mau direlokasi karena merasa tidak mengganggu pembangunan normalisasi sungai.
"Kami tidak mau digusur karena menurut kami seharusnya bisa membangun tanpa menggusur, karena masih ada space, tapi dari lurah mengatakan harus di gusur. Justru dari pihak BBWS mengatakan selama ada jalan tidak ada masalah," jelas Bagus.
Di bantaran Kali Es ada sekitar 81 bangunan PKL yang akan direlokasi, untuk dilakukan normalisasi. Bahkan beberapa diantaranya sudah dipindahkan ke Rusunawa Pasar Waru.
Menurut Bagus, sosialisasi sudah dilakukan dari pihak kelurahan dan kecamatan sejak pertengahan tahun lalu, namun PKL tetap menolak jika harus direlokasi.
Menurut mereka, kalau pindah ke Dargo dan Penggaron, penghasilan akan turun drastis karena dua lokasi tersebut terbilang kurang strategis.
"Sosialisasi tahap 1 dan 2 sudah ada tapi tidak nyambung, yang pertama itu sosialisasi normalisasi kali Es dan pembangunan jalan Sawah Besar Raya, lalu yang kedua pertengahan Agustus PKL harus dibongkar dan sudah disediakan tempat di Dargo dan Penggaron. Sudah rahasia umum, PKL yang dikirim ke Dargo pasti usahanya jatuh," keluhnya.
Menurut Bagus, tanah yang digunakan untuk berdagang saat ini dulunya merupakan tanah garapan.
Namun seiring berjalan waktu, tanah garapan tersebut diubah menjadi lahan utnuk tempat usaha hingga saat ini, mulai dari warung nasi hingga bengkel dan toko onderdil.
"Sejak tahun 1970, disitu adalah tanah garapan untuk ditanam, lalu dijadikan tempat untuk berjualan dan turun-temurun ke anak cucu, sedangkan sebelah utara dulunya lokalisasi. Kami memberi jalan untuk pembangunan tapi kami menolak di relokasi, jika memang ada bangunan yang harus di hancurkan dulu tidak ada masalah tapi nanti setelah selesai kami bisa membangun lagi di tempat tersebut," tegasnya.
Ketua Komisi B DPRD Kota Semarang, Joko Susilo mengaku Dewan belum bisa mengambil keputusan apapun terkait audiensi yang dilakukan dari Paguyuban PKL.
Namun Joko berjanji, pihaknya akan segera turun ke lapangan untuk melihat kondisi PKL dan bantaran Kali Es yang akan dilakukan normalisasi.
"Teman-teman PKL memang menghendaki jualan di situ, tapi kami belum bisa merekomendasikan kepada pemerintah kota Semarang sebelum kami melihat lokasi. Kami akan melihat dulu di lokasi, kita dengarkan pemndapat dari BBWS, setelah itu baru bisa di simpulkan. Harapan kami memang bisa di tata kembali." tandasnya. [sth]
- Lima PSK Terjaring Razia Satpol PP Langsung Dibawa ke Panti Rehabilitasi
- Solo Great Sale Menggeber Diskon Hingga 70 Persen
- Gerai Vaksinasi Presisi Pemalang Sediakan Minyak Goreng Murah