Unik! Deteksi Sumber Mata Air Bawah Tanah, Gunakan Daun dan Tempurung Kelapa

Ritual mendeteksi sumber mata air di Desa Petir, Kecamatan Purwanegara. Arief/RMOLJateng
Ritual mendeteksi sumber mata air di Desa Petir, Kecamatan Purwanegara. Arief/RMOLJateng

Zaman semakin canggih, segala kegiatan apapun kini sudah bisa dibantu dengan berbagai alat ciptaan manusia.

Namun, di Kabupaten Banjarnegara, ada dua orang bernama Ratun dan Wasman, yang masih menggunakan cara tradisional untuk menemukan sumber air jernih di bawah tanah.

Uniknya lagi, untuk mendapatkan air jernih di bawah tanah, keduanya hanya berbekal dua daun kelapa kering (blarak) berukuran kecil sebagai petunjuk arah mata angin, dan satu buah kelapa yang akan berputar sendiri disaat ada sumber air di bawah tanah yang dilaluinya.

Cara tersebut dianggap lebih efektif dan tepat sasaran dibandingkan dengan penggunaan alat Water Detektor.

"Cara ini sudah turun temurun dilakukan, untuk media kita biasanya hanya membawa potongan blarak (daun kelapa) kering seukuran kawat besarnya, itu berguna sebagai petunjuk lokasi mata air," kata Wasman saat ritual di Desa Petir, Kecamatan Purwanegara, Kamis (17/10).

"Teus kita ikuti aja kemana arahnya, sedangkan tempurung kelapa sebagai titik akhir, jika ada sumber mata air akan berputar, kalau dibawah tanah ada sumber mata air besar ya berputar agak kencang, kalau hanya sedikit ya paling cuma bergerak aja," tambah Wasman.

Hal senada juga di utarakan Ratun, sambil memperlihatkan cara mendeteksi air dengan benar, menurutnya, dalam mencari titik mata air, tidak boleh buru-buru.

"Seumpama daun ini saling lurus atau arahnya sejajar berarti tanah yang ada di bawah tidak mengandung air sama sekali, tapi jika posisi kedua daun kelapa saling menyilang seperti ini, tandanya ada sumber air pada lokasi tersebut, jadi kita memang harus bergerak kesamping, maju, mundur untuk memastikan," jelas 

Sementara itu, Kepala Desa Petir, Achmad mengungkapkan, meskipun cara tersebut kelihatan aneh, namun selama ini diakui oleh banyak warga, jika metode tersebut lebih akurat dalam mendeteksi mata air, apalagi di daerah pegunungan maupun pedalaman yang memang sangat sulit dijangkau oleh saluran Pamsimas maupun PDAM.

"Lebih efektif ini malahan, disini ada juga bantuan sumur bor, ada juga dari Kementerian Pertahanan (Menhan), namun tidak lama airnya sudah mulai mengering, kalau di Desa kami Rakit, memang warga seringnya memakai cara tradisional seperti ini setiap ada yang ingin membuat sumur biasa, tapi memang selama ini selalu tepat, kalau sudah ketemu baru ada ritual untuk meminta keselamatan dan kelancaran saat mengerjakan," ungkap Kades Achmad.

Masih kata Kades, cara tersebut juga relatif murah, dan tidak membutuhkan biaya banyak untuk mengundang ahli yang bisa sampai jutaan.