2019 Surplus Beras Meluber, Stok Mencapai 5,49 Juta Ton

. Kementerian Pertanian (Kementan) memprediksi stok beras di akhir Desember 2019 masih di atas 5 jutaan ton. Sampai saat ini, tercatat stok beras  mencapai 5,49 juta ton.


"Angka 5,49 juta ton itu diperoleh dari stok awal tahun 2019 ditambah dengan perkiraan surplus Januari-November 2019. Sementara di tahun 2018 hanya 3,3 juta ton," tegas Direktur Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementan, Bambang Sugiharto di Jakarta, Rabu (9/10).

Angka produksi KSA dihitung dari produktivitas dan luas panen dengan basis areal luas baku sawah 7,1 jt hektar dan ditambah sedikit dari panen diluar luas baku.

Menurut informasi itu luas baku sawah baru terverifikasi di 16 Provinsi, sedangkan sisanya masih dalam proses verifikasi dan validasi, jadi kemungkinan akan ada perbaikan luas.

Di tahun 2017, ungkap Bambang, Kementan menggalakkan program Perluasan Areal Tanam Baru (PATB) untuk padi. Tanamnya bukan di lahan sawah biasa, namun di areal yang tidak biasa ditanam seperti di lahan tumpangsari dengan perkebunan, perhutanan, rawa lebak, di bawah tegakan pohon kelapa, di eks galian tambang dan beberapa lainnya.

Nah lahan ini sebenarnya cukup luas namun belum dimasukkan ke dalam update luas baku sawah. Buktinya, kami menemukan 123 ribu hektar pertanaman padi di luar luas baku sawah dan sudah dipetakan dalam SHP tersebar di 29 provinsi," bebernya.

Menurutnya, apabila diakomodir data SHP pertanaman ini dengan produktivitas 5 ton GKG (gabah kering giling) perhektar. Artinya, akan ada tambahan surplus sekitar 340 ribu ton beras.

"Tim pemetaan masih bekerja di lapangan, diperkirakan luas pertanaman padi diluar baku sawah bisa lebih dari 300 ribu hektar," ujarnya.

Perlu diketahui data KSA berdasar luas baku lahan sawah seluas 7,1 juta hektar, sedangkan data Sensus Pertanian (SP) 2017 sebesar 8,2 juta hektar. Selisih inilah yang pihak Kementan sisir untuk mengeceknya.

"Dengan aplikasi ArcGIS kami turunkan personel untuk mendata lahan padi yang masih di luar luas baku pada KSA dan hasilnya sejauh ini sudah ditemukan 123 ribu hektar dan angka ini masih bisa terus berkembang," jelas Bambang.

Lebih lanjut Bambang menyatakan data pangan itu memang satu pintu di BPS dan menjadi acuan semua pihak. Data KSA pasti sudah diupayakan untuk menggambarkan kondisi yang sesungguhnya di lapangan.

Metode KSA, sambungnya, merupakan metode baru diterapkan dua tahun terakhir dan mudah-mudahan tidak menutup kemungkinan untuk penyempurnaan di level teknisnya.

Hal ini mengingat Indonesia negara kepulauan, karakteristik pertanaman dan wilayah yang beragam, varietasnya juga beragam, sehingga perlu memastikan keterwakilan sampel, jumlah dan lokasi titik pengamatan, luas dan sebaran pertanaman dan lainnya.

Berkaitan musim kemarau ini, Bambang menyebutkan pihak Kementan bergerak cepat dengan berbagai upaya. Gerakan pompanisasi 69 ribu hektar, pipanisasi, distribusi 7.800 pompa air, membangun sumur dangkal, penyaluran benih, asuransi usahatani dan lainnya.

Untuk wilayah Pantura Jawa Barat dan Jawa Tengah, Ditjen Tanaman Pangan sejak Juli lalu mendorong perubahan cara bercocok tanam padi. Kementan perkenalkan sistem budidaya padi hemat air dengan tebar benih langsung.

"Tidak seperti umumnya, pada sistem ini pertanaman tidak perlu digelontor air tapi hanya perendaman lahan berkala. Tanaman padi tidak perlu penggenangan, cukup dipertahankan tanahnya basah," jelas Bambang.