Afrika Selatan Dapat Keuntungan Dari Perang Dagang China-Australia

Para petani anggur di Afrika Selatan mendapat berkah dari perang dagang antara China dan Australia.


Para petani anggur di Afrika Selatan mendapat berkah dari perang dagang antara China dan Australia.

Hubungan China-Australia belum mereda hingga kini, terutama sejak Beijing memberlakukan tarif hingga 212 persen untuk anggur Australia pada November lalu.

Dilansir dari Kantor Berita RMOL, penyababnya tak lain karena Canberra saat itu memimpin seruan untuk melakukan penyelidikan tentang asal-usul wabah Covid-19 di Wuhan.

Bukan hanya anggur. Beijing menghantam berbagai barang Australia dengan sanksi hukuman, menciptakan lapisan birokrasi baru dan langsung memblokir beberapa impor Australia.

Pukulan itu berbanding terbalik dengan nasib baik yang dialami para pemasok lain, terutama dari benua Afrika, mulai dari batu bara, daging sapi hingga tembaga. Mereka mendapat 'berkah' atas konflik kedua negara.

Berkah itu salah satunya dialami Shaun McVey, manajer pemasaran Vergenoegd Low, pembuat anggur Afrika Selatan, yang telah menandatangani kesepakatan baru di China.

Kami sekarang bisa mendapatkan volume penjualan yang jauh lebih besar,†ujarnya seperti dikutip dari Reuters, Rabu (10/2).

Biasanya kami mengirim mungkin tiga atau empat kontainer dalam setahun, sekarang kami telah meningkatkannya menjadi 15 sampai 20 kontainer," ujarnya gembira.

Sebelum terjadi gesekan panas antara Beijing dan Canberra, peminum China biasanya membeli hampir 40 persen dari ekspor anggur Australia.

Selama tiga bulan terakhir, ekspor anggur Afrika Selatan ke China melonjak 50 persen, menurut badan perdagangan Wines of South Africa, dan harapan tinggi untuk penjualan lebih banyak lagi setelah stok Australia berkurang selama liburan Tahun Baru Imlek China.

Martyn Davies, direktur pelaksana Deloitte untuk pasar negara berkembang dan Afrika, mengatakan perang perdagangan yang berlarut-larut akan menciptakan peluang yang lebar bagi penambang dan sektor lain seperti agribisnis. Meskipun harus diakui, memanfaatkan potensi tersebut akan membutuhkan kerja sangat berat.

Banyak perusahaan Afrika secara signifikan berada di belakang kurva,†kata Davies, membandingkan dengan kerjasama yang lama terjalin antara China-Australia. "Perusahaan Australia telah melibatkan China selama 35 tahun."

Kurangnya kesepakatan perdagangan antara China dan negara-negara di sub-Sahara Afrika selama ini, adalah perjuangan berat para eksportir.

Kini, peran China semakin penting di benua itu walaupun sementara ini China baru menandatangani perjanjian perdagangan bebas pertamanya dengan negara Afrika dan negara pulau Mauritius di Samudra Hindia, pada Januari 2021.

Di sektor pertambangan, China telah meningkatkan proyek-proyek di Afrika untuk menjaga aliran bahan mentah ke raksasa manufaktur dalam dekade terakhir.

Dengan tersingkirnya Australia, negara-negara produsen Afrika mengantongi royalti dari negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia itu.

Industri batu bara Afrika Selatan juga mendapat dorongan yang positif. Pengiriman pertama batu bara termal Afrika Selatan ke China dalam lima tahun mendarat bulan lalu dan eksportir berharap penjualan akan meningkat lebih lanjut pada 2021 ini.