- Hikmat, Tarling Polres Boyolali Ke Masjid Baiturrahman Di Kampung Cepogo
- Geguritan Iki Mung Pengin Kandha
- Dua Kenangan Dari Timor
Baca Juga
Kristanto Agus Purnomo (Kriapur), penyair muda Solo yang pernah bersinar dan meramaikan jagad perpuisian Indonesia.
Namun ia meninggal dunia dalam usia muda. Lahir 6 Agustus 1956, meninggal 17 Pebruari 1987, dalam suatu kecelakaan mobil bersama sopir dan bapaknya di daerah Batang. Meninggalkan istri dan seorang anak yang baru berumur 6 bulan
Aku sendiri baru berjumpa dengannya tak lebih dari tiga kali. Pertama ketika Ia membacakan puisi-puisinya yang terkumpul dalam antologi stensilan, ‘Perjalanan Luka’ di pendapa Sasana Mulya Taman Budaya Surakarta, 6 Oktober 1984.
Kemudian pada bulan Desember 1984 di kampus Sastra UNS Mesen dalam pembacaan antologi ‘Konstruksi Roh’ bersama temannya penyair dari Fakultas sastra UNS. Yang ketiga berjumpa dengannya sepintas di sebuah wedangan di Solo.
Kriapur yang puisi puisinya banyak dimuat di majalah sastra Horison ini, pernah mendapat juara 2 dalam penulisan puisi yang diadakan oleh majalah PUTRI dengan juri Sutardji Calzoum Bahri, Adri Darmaji Woko, dan Yudhistira ANM Masardi.
Pada tahun 1982 ia muncul dalam Forum Penyair 10 Kota mewakili Solo di TIM. Subagiyo Sastro Wardoyo mengatakan bahwa Kriapur sebagai penyair yang kuat dan matang.
Sedang Abdul Hadi WM mengatakan, kita mengetahui kematangannya sebagai penyair mulai ditunjukkan dalam tahun 1981, dalam usia yang hampir sama ketika Amir Hamzah dan Chairil Anwar mulai menunjukkan kematangannya sebagai penyair.
Dalam Forum Penyair Indonesia 83 Kriapur pernah menyatakan bahwa puisi bermula dari kata sebelum menjadi puisi dengan huruf 'P' besar. Kata bentuk dari penghayatan hidup.
Ia memancarkan makna karena penggalian yang intens terhadap kemungkinan kemungkinan dan pesonanya.
Kata dalam puisi, sebagaimana pelukis yang menyadari pentingnya garis, baru kemudian bidang. Puisi bukanlah kejadian yang dibahasakan, tapi puisi adalah visi dan dunia pribadi penyair yang dijelmakan lewat kata kata puitik.
Imaji unsur paling penting dalam puisi. Imaji ini diambil dari dunia luar, kemudian dihancurkan hingga porak poranda, lalu dibentuk lagi jadi imaji-imaji baru khas penyair.
“Sebagai penyair kita harus mampu melukiskan sesuatu di luar dunia yang nampak dan mampu menghancurkan kembali lalu dibentuk dibentuk menjadi susunan imaji baru dengan makna yang baru pulaserta bersusun susun,”. Demikian pendapat Kriapur yang ditulis dalam antologi puisi ‘Perjalanan Luka’.
Untuk mengenang Kriapur yang juga disebut sebut sebagai penyair imagis, di bawah ini aku nukilkan salah satu puisinya yang berjudul ‘Aku Ingin Jadi Batu di Dasar Kali’ yang dimuat di antologi ‘Perjalanan Luka’.
Aku Ingin Jadi Batu di Dasar Kali
Oleh : Kriapur
Aku ingin jadi batu di dasar kali
Bebas dari pukulan angin dan reruntuhan
Sementara biar orang orang bersibuk diri
Dalam desau rumput atau pepohonan
Jangan aku memandang keluasan langit tiada tara
Seperti padang padang tengadah
Atau gunung gunung menjulang
Tapi aku hanya ingin sekedar jadi bagian dari kediaman
Aku sudah tak tahan lagi melihat burung burung pindahan
Yang kau bunuh dengan keangkuhanmu
Yang mati terkapar di sangkar sangkar pedih waktu
O...aku ingin jadi batu di dasar kali
Menanti datang saat abadi
Solo, 1983.
Penulis : Sugiarto B Darmawan, Petani dan perangkat desa di Tegalmade Mojolaban Sukoharjo. Penyair kambuhan, Aktif di Satu Pena Jawa Tengah.
- Hikmat, Tarling Polres Boyolali Ke Masjid Baiturrahman Di Kampung Cepogo
- Geguritan Iki Mung Pengin Kandha
- Dua Kenangan Dari Timor