- Perjalanan Luka
- Dua Kenangan Dari Timor
Baca Juga
Jarang yang tahu, bahwa penyair Wiji Thukul pernah menulis geguritan (puisi Jawa modern). Antologi geguritannya bersama Sugiarto B Darmawan dan Keliek Eswe, di bawah judul Geguritan Iki Mung Pengin diterbitkan Taman Budaya Jawa Tengah yang ada di Solo (TBS), secara stensilan sederhana tahun 1987.
Saat menulis laporan khusus tentang Wiji Thukul, Tempo juga sempat menyertakan geguritan karya Thukul itu sebagai sisipan, berisi 13 geguritan. Edisi Tempo Mei 2013 ini merupakan edisi khusus peringatan Mei 1998.
Kita baca:
geguritan Iki mung pengin kandha
Ing njaba ana sambat ngaluara
sajake bubar dipulasara
swarane ora cetha
gremeng-gremeng ing petengan
cangkeme pecah
awak sakojur abang biru
apa kowe ora krungu?
coba lirihna omonganmu
mbok manawa kowe ngerti
apa karepe
geguritan Iki mung aweh kabar
ing njaba bathang bosok pirang-pirang
apa irungmu ora mambu
thok! thok! thok!
sing teka aku kanca
lawangmu ngakna
solo, 8.6.87.
Sebuah geguritan tentang orang yang disiksa dan tentang pembunuhan? Siapa yang disiksa, siapa yang dibunuh? Setelah peristiwa 27 Juli, Thukul memang jadi buron. Tapi peristiwa ini terjadi sepuluh tahun setelah geguritan itu ditulis. Kekerasan yang dialami Thukul sekitar tahun 1987 ketika ia menggerakkan aksi demo buruh di PT Sritex, sebuah pabrik tekstil besar di Sukoharjo. Seingat saya, waktu antologi guritan itu dibuat, peristiwa Sritex juga belum terjadi. Tapi tahun itu Thukul memang sudah aktif sebagai aktivis gerakan sosial. Ia pernah ke Kampung Laut, Cilacap dan Gunung Batu, Bogor menggerakkan aktivitas kesenian yang berbasis kepedulian sosial. Kehadirannya dalam setiap acara kesenian juga sering membuat acara jadi panas, karena provokasi-provokasinya.
Begitulah, geguritan yang telah ditulis itu seperti menemukan jawabannya setelah peristiwa 27 Juli. Thukul pun jadi buron dan menghilang tak tentu rimbanya bersama aktivis aktivis yang diculik di ujung pemerintahan Orba...
Di bawah ini saya coba menterjemahkan puisi tersebut:
puisi ini hanya ingin bercerita
di luar ada rintihan suara
sepertinya habis disiksa
suaranya tak jelas
menggeremang di kegelapan
apakah engkau tak tahu?
coba pelankan suaramu
mungkin engkau tahu
apa yang diinginkannya.
puisi ini cuma ingin berkata
di luar bangkai busuk bertumpuk-tumpuk
apa hidungmu tak mencium baunya?
thok! thok! thok!
aku yang datang saudara
bukalah pintumu.
solo. 8.6.87
*) Sugiarto B Darmawan, Pertani yang jatuh cinta pada puisi
- DPRD Jateng Dukung Pemerintah Provinsi Libatkan Akademisi Tangani Pengentasan Kemiskinan
- Tak Ada Takutnya Dan Kian Nekat! Kreak Teror Warga Bawa Sajam Di Area Permukiman
- Polres Karanganyar Bongkar Jaringan Narkoba, Dua Orang Ditangkap