RUU KKS Masuk Prolegnas, Apa Saja Yang Perlu Diperhatikan?

Ilustrasi Penegak Hukum. Hukum Online
Ilustrasi Penegak Hukum. Hukum Online

Jakarta - Dunia siber Indonesia masuk dalam tahap berikutnya. Rancangan Undang-undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS) sudah dimasukkan ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Apa artinya bagi masyarakat Indonesia? Artinya naskah sudah siap untuk dimasukkan ke dalam pembahasan di tingkat legislatif di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. 


Yang patut mengawal Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang membidangi bidang pertahanan, luar negeri, komunikasi dan informatika serta intelijen adalah semua elemen warga negara Indonesia.

Jelas para pemangku kepentingan siber di Indonesia patut untuk mengawal perjalanan RUU ini. Terutama mengingat Indonesia bukan negara pencipta teknologi siber.

Indonesia adalah pasar yang menggiurkan bagi negara-negara pencipta teknologi karena semua perkembangan teknologi selalu mendapatkan sambutan yang menguntungkan. Semua aplikasi terapannya juga menguntungkan bagi para pencipta teknologi. Semua tergantung dari kekuatan teknologi tersebut dan daya persuasif para pemiliknya untuk memastikan Indonesia menggunakan teknologi tersebut.

Sebagai pasar konsumen dan bukan pencipta teknologi sebaiknya Indonesia memperhitungkan bahwa dunia atau jagad siber memiliki sifat yang multidimensi. Jagad siber melibatkan berbagai sektor dengan karakteristiknya masing-masing seperti kepentingan pemerintahan, kepentingan bisnis, kepentingan permainan dan hiburan dan seterusnya.

Sifat lainnya dalam mengatur jagad siber adalah kepentingan pelindungan kedaulatan negara dan warga negaranya. Sudah bukan rahasia lagi bahwa selama ini data pribadi warga Indonesia sudah terpapar oleh para hacker dan penjahat dunia maya, bahkan diperjualbelikan kepada pihak-pihak lain. Dengan demikian pengaturan teknis di dalam rancangan undang-undang ini harus memperhitungkan dan mempertimbangkan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi dan semua peraturan kementerian teknis yang selama ini sudah mengatur perlindungan data.

Berikutnya adalah pengawasan dan penegakan hukum terhadap peraturan yang mengatur keamanan dan ketahanan jagad siber. Melihat tren kejahatan di internet, seharusnya Indonesia sudah menyiapkan sumber daya manusia yang mumpuni dan berjumlah mencukupi agar mereka bisa menjadi bagian dari pengawasan dan penegakan hukum. Selain kurikulum pendidikan yang seharusnya memfasilitasi sumber daya manusia, para penegak hukum juga harus dipersiapkan untuk mampu melakukan pengawasan dan menegakkan hukum bidang ini.

Penegak hukum yang disebut tidak hanya dari angkatan kepolisian saja, melainkan juga dari jajaran kejaksaan dan kehakiman Republik Indonesia. Mengingat jumlah para penegak hukum, sebaiknya pada saat pembahasan, semua elemen penegak hukum diundang dan mengikuti semua diskusi sejak awal. Dengan demikian ada sense of urgency dari penegak hukum untuk mempersiapkan para personelnya dalam menghadapi peraturan baru dan penegakannya.

Sementara itu bagi para akademisi dan praktisi di bidang siber, mereka juga harus diajak untuk memberikan masukan dan mengawal pembahasan ini agar semua sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan Indonesia, terutama dalam kepentingan warganya.

Ardi Sutedja, praktisi keamanan dan ketahanan siber serta ketua ICSF (Indonesia Cyber Security Forum) memberikan pendapatnya sebaiknya Indonesia memperhatikan dan mempelajari Cyber Resilience Act (CRA) dari Uni Eropa yang dalam proses pembahasannya mengundang semua elemen masyarakat yang memiliki. Ia menekankan agar tidak ada ego sektoral.

“Dengan melibatkan semua pihak terkait, maka akan didapatkan peraturan perundangan yang praktis dan dapat diterapkan, membangun kepatuhan yang lebih baik serta memperkuat kolaborasi yang efektif antara lembaga pemerintah dan menghindari aturan dan penugasan yang tumpang tindih di antara institusi pemerintah,” pungkasnya kepada Redaksi RMOLJawaTengah pada Senin, (17/02) pagi ini.