- KH Minanurrohman Dan KH Yusuh Hasyim Nahkodai PCNU Pati
- Begal Jamaludin Sukses Pukau Pengunjung TMII
- Festival Barongan Wadahi Ekspresi Berkesenian Seniman Kota Kudus
Baca Juga
Perkembangan zaman seperti ini memang dinilai dapat menggerus segala hal. Baik mulai dari gaya hidup hingga kebudayaan yang ada di kehidupan nyata.
Hal itu yang dikhawatirkan oleh salah satu seniman kota garam Rembang Didik Kundiantoro (47) alias Pedhet.
Pedhet merupakan salah satu seniman di Kabupaten Rembang yang getol mempopulerkan tari tradisional bambangan cakil.
Di Rembang sendiri tak banyak remaja bahkan orang dewasa yang peduli dengan kesenian tari yang berfilosofikan tentang kehidupan itu.
Dari filosifi tarian ini pula, Didik merasa khawatir dengan perubahan zaman dan gonjang-ganjing di negeri ini. Padahal jika seseorang bisa mencerna maksud dan pesan yang terkandung dari tarian klasik ini, maka seseorang seharusnya bisa interopeksi diri.
Menurutnya, tari bambangan cakil ini mewakili dua sifat dasar kehidupan, yakni kebenaran dan kebathilan.
Didik menceritakan, kedua sifat yang diperankan oleh dua tokoh pewayangan yang jahat dan baik ini dilambangkan dengan sosok buta cakil dan arjuna
"Sosok buta (raksasa) dalam tradisi Jawa merujuk sebagai sebuah angkara murka, sementara Arjuna, digambarkan sebagai bagian dari kebenaran yang memerangi kebathilan,"jelas Didik, Kamis (2/11).
Dia mengakui bahwa untuk mempelajari tari yang penuh makna ia harus belajar sejak kecil. Sehingga budayawan yang tinggal di Dukuh Tawangsari, Kelurahan Leteh, Kecamatan Rembang ini, percaya jika hitam putihnya kehidupan bisa diwakili dari sosok Arjuna dan buta cakil tersebut.
Dari sini pula ia semakin tergerak untuk terus mengenalkan tarian bambangan cakil. Tak hanya sekadar untuk melestarikan budaya Jawa, melainkan juga ingin menyiarkan pesan yang terkandung dalam tarian tersebut.
"Tari bambangan cakil biasa dipentaskan dalam pagelaran wayang orang. Durasinya tak lama, hanya membutuhkan waktu selama 10-15 menit, dengan dua penari yang melakonkan sebagai Arjuna dan buta cakil,"bebernya.
Dia melanjutkan, meskipun tari bambangan cakil merupakan bagian dari seni wayang orang, namun tari ini menyimpan makna yang begitu dalam, dan menjadi sarana untuk edukasi kepada penontonnya.
Suami Ika Rini Puryanti ini menyebut, sama seperti tarian bambangan cakil, kesenian wayang orang saat ini semakin terpinggirkan, kalah dengan gerusan budaya modern. Dengan merangkul sejumlah seniman ia berusaha untuk kembali mengangkat dan mengenalkan tarian ini, termasuk kesenian wayang orang.
“Kita akui wayang orang yang penuh dengan pesan moral positif yang dilihat dari segi cerita, gerak lambatnya dan kesantunannya kini sudah pudar. Akan tetapi dengan terangkatnya tari bambangan cakil inilah para pemuda bisa mengetahui betapa pentingnya pesan moral yang terkandungnya,” ungkapnya.
Ia memandang, perubahan zaman dengan tergerusnya budaya Jawa, secara tidaklangsung juga mengikis norma-normal Jawa. Salah satunya norma-norma kesantunan, yang dulu begitu agung.
“Anak-anak zaman sekarang dengan dahulu itu beda jauh. Zaman dulu punya sopan santun adab ashor dan sebagainya, lantaran sering mendengarkan cerita-cerita positif. Lha sekarang, anak-anak mainannya HP, sehingga tatanan moral itu sudah berubah semua,” paparnya.
Dia menambahkan, zaman sekarang juga sudah terbalik. Yakni budaya Jawa semakin hilang, namun budaya barat justru dielu-elukan. “Budaya Jawa justru lebih banyak diparesiasi oleh orang-orang Barat, ini kan sudah kebalik,” pungkasnya.
- Lebaran, Tak Lengkap Tanpa Icip-icip Makanan Khas
- Meihwa, Pohon Lambang Keberuntungan, Marak Dijadikan Hiasan Imlek
- Semawis Semarakkan Perayaan Imlek 2575 di Kawasan Pecinan Semarang