Ekonom sekaligus aktivis senior, Rizal Ramli dinilai sebagai sosok yang paling layak untuk menjadi calon presiden alternatif demi memperbaiki ekonomi bangsa.
- Bawaslu Kota Semarang: Caleg Keberatan Tolak Hasil Pemilu 2024 Silahkan Komplain
- Jika AHY Jadi Cawapres Prabowo, Budi Gunawan Pasangan Ideal Jokowi
- Mantan Bupati Karanganyar Diprediksi Lolos ke Senayan
Baca Juga
Presidium Persatuan Pergerakan, Andrianto mengatakan hal itu karena dua tokoh yang digembar-gemborkan akan maju di Pilpres tahun 2019 nanti, petahana, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto dianggap bukanlah merupakan tokoh yang akan menjadi solusi bagi semua permasalahan bangsa.
Ada dua alasan yang dia kemukakan. Pertama, Jokowi sudah dianggap gagal memperbaiki ekonomi bangsa. Di mana dengan kebijakan-kebijakan yang neo liberalis.
"Padahal rakyat sudah begitu menderita," sesalnya saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL, Senin (2/7).
Lalu, lanjut Andrianto, Partai Gerindra sebaiknya tak lagi mencalonkan Prabowo Subianto dalam ajang Pilpres 2019 nanti. Karena menurut dia, mantan Danjen Kopassus itu belum memiliki ide yang baru untuk mengatasi kesulitan-kesulitan bangsa.
"Masa (Gerindra) bergantung sama Prabowo yang sudah berkali-kali kalah," selorohnya.
Ditekankannya lagi, sebaiknya Gerindra mengusung capres baru dalam Pilpres 2019 nanti. Sementara Prabowo Subianto, menurutnya juga harusnya legowo untuk bertindak sebagai King Maker.
"Prabowo cukup jadi sabdo pandito ratu mirip Mega (Ketua Umum PDIP) yang lalu (mendorong Jokowi pada Pilpres 2014)," imbaunya.
Melihat kondisi ekonomi bangsa yang kian terpuruk, Andrianto pun menegaskan kalau sosok Rizal Ramli lah yang pantas didorong Prabowo untuk memimpin bangsa ini.
"Jika sikon ekonomi semakin memburuk, maka satu-satunya yang sudah deklare capres kan Rizal Ramli yang sangat pas dengan sikon saat ini," ujarnya.
Lebih lanjut Andrianto juga mengimbau PDIP untuk tak lagi mengusung Jokowi jika mereka masih ingin masuk ke parlemen di Senayan.
Hal itu merujuk pada hasil Pilkada 2018. Dimana kader dari kedua partai banyak yang tumbang akibat nama besar Jokowi dan Prabowo yang tak mampu menaikkan tingkat elektabilitas jagoan mereka.
"(Gerindra dan PDIP) jangan paksaan terus. Pilkada ini potretnya," serunya.
- Yasonna: Perjanjian Ekstradisi Harus Diratifikasi agar Koruptor Tak Sembunyi Lagi di Singapura
- Tentang Pengganti Hasan Nasbi, JMSI: Syahganda Paham Ideologi Pembangunan Prabowo
- M. Qodari: Mahfud Mundur untuk Menyelesaikan Masalah Diri Sendiri