Banyak Politik Uang, MPR Minta Kepala Daerah Dipilih DPRD

Praktik politik uang menjadi polemik dalam perpolitikan Indonesia. Tidak sedikit pejabat negara yang terjerat kasus korupsi.


Wakil Ketua MPR RI Mahyudin mengungkapkan, politik uang seringkali dilakukan oleh kepala daerah yang dibekingi para pemodal.

"Saya melihat memang yang jadi gubernur pada pemilihan langsung yang lalu ini rata-rata dibekingi oleh pemodal besar. Itu tidak bisa menutup mata di belakangnya ada pengusaha batu bara, pengusaha kebun sawit yang duitnya banyak, itu yang menang. Yang hanya modal doa itu tidak menang," paparnya di Hotel Golden Tulip, Batu, Jawa Timur, Selasa (28/8). 

Oleh karenanya, lanjut Mahyudin, banyak kepada daerah yang masuk penjara akibat terlibat korupsi.

"Itulah kenapa banyak kepala daerah masuk penjara, biaya saksinya saja mahal sekali. Jadi, kalau saya ingin dikembalikan saja bupati, gubernur, wali kota dipilih DPRD, bukan masyarakat," ujarnya. 

"Karena demokrasi kita berdasarkan pancasila, demokrasi perwakilan bukan demokrasi langsung. Kecuali nanti misalnya tingkat pendidikan, tingkat ekonomi kita bagus, di mana serangan fajar sudah tidak efektif lagi, money politic-nya tidak efektif lagi, okelah dikembalikan lagi kepada rakyat," tuturnya.

Menanggapi adanya pemilih yang hanya ingin mengambil uang sogokan dari kandidat yang bertarung, Mahyudin melihat hal itu sebagai penipuan meski tetap menjadi hak masyarakat.

"Tidak semua masyarakat itu penipu, tidak semua masyarakat kita kaya, yang kaya tidak akan mengambil uang, yang mau mengambil uang dan tidak memilih orangnya itu namanya menipu. Masalahnya kita tidak berjiwa begitu, yang tidak punya uang dan butuh uang dikasih uang mereka ambil dan biarkan mereka memilih orangnya tapi yang kaya yang punya duit tidak akan mengambil uang," papar Mahyudin.

Mahyudin menyayangkan, hingga detik ini indikasi politik uang masih terjadi luar biasa. Tidak memberikan dampak positif terhadap kemajuan berbangsa dan bernegara.

"Oleh karena itu, memang memurahkan biaya demokrasi lebih baik saya kira demokrasi perwakilan saja. Hal yang menurut saya kebablasan itu tidak usah malu untuk dikembalikan," jelas politisi Partai Golkar itu.