Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Semarang mengingatkan kepada masyarakat untuk mewaspadai potensi politik secara digital dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
- Bawaslu Kota Semarang Pastikan Dinamika Politik Cegah Tindak Pelanggaran Pemilu
- Bawaslu Kota Semarang Sebut Masa Sosialisasi Parpol Bebas Pasang Atribut Kampanye
- Bawaslu Mulai Koordinasikan Kesiapan Pemilu 2024
Baca Juga
Ketua Bawaslu Kota Semarang, Arief Rahman mengatakan, dalam perkembangan jaman politik uang tetap bisa terjadi meskipun berubah dari cara tradisional ke cara modern yakni digitalisasi.
Arief menekankan, jika politik uang hingga saat ini masih menjadi kerawanan yang bisa saja terjadi disemua wilayah.
"Tapi kita belum ada klaster-klaster wilayah politik uang. Hingga saat ini belum ada praktek politik uang pemilu 2024," kata Arief, dalam acara Sosialisasi Pengawasan Partisipatif “Kelurahan Anti Politik Uang” di MG Setos Semarang, Jumat (15/9).
Arief menyebutkan, potensi politik uang pada Pemilu 2024 tetap mungkin terjadi dan biasanya terjadi menjelang hari H pemilihan.
"Politik uang tidak hanya dalam bentuk uang. Bisa saja dalam bentuk barang dan kata-kata serta hal-hal yang dijanjikan. Selama ini pemahaman masyarakat hanya bentuk uang, bukan barang," jelasnya.
Bawaslu juga mewaspadai adanya potensi politik uang secara digital melalui aplikasi tertentu. Hal ini menurutnya menjadi tantangan terbaru baru Bawaslu.
"Ada kemungkinan praktik politik uang tidak lagi secara konvensional. Tapi juga menggunakan digital. Itu jadi tantangan. Ini kami waspadai," ungkapnya.
Dia menegaskan Bawaslu RI telah memerintahkan Bawaslu Provinsi dan Kabupaten/ Kota untuk mitigasi politik uang secara digital.
"Nantinya akan ada pihak-pihak digandeng untuk pengawasan seperti PPATK dan lain-lain," imbuhnya.
Arief menyebut saat ini Bawaslu memiliki anggota pengawas 4.646 orang hingga tingkat kelurahan dan TPS. Para pengawas akan digencarkan untuk patroli ke wilayah guna mencegah adanya politik uang.
Akademisi Universitas Chaldun Jakarta, Dian Permata mengatakan dari sisi hukum dan agama, politik uang fatwanya haram. Namun kenyataannya, masih banyak masyarakat menerima politik uang dengan berbagai alasan, diantaranya untuk kebutuhan hidup.
"Warga harus menolak. Tapi ini juga soal kesadaran masyarakat," ucap Dian.
Dari segi hukum, lanjut dia, pemberi maupun penerima dapat dijerat hukum. Penerima politik uang lanjutnya, rata-rata adalah masyarakat yang tidak mendapat pendidikan secara layak.
Pihaknya juga menyebut potensi politik uang secara digital bisa muncul. Penyedia layanan perbankan digital harus turut bisa mencegah.
- Bupati Blora Sambangi Korban Kecelakan Kerja Pembangunan RS PKU Muhammadiyah
- Bawaslu Kota Semarang Pastikan Dinamika Politik Cegah Tindak Pelanggaran Pemilu
- Bawaslu Kota Semarang Sebut Masa Sosialisasi Parpol Bebas Pasang Atribut Kampanye