Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah merekap data pelanggaran pasca Pilkada serentak 2018. Hasilnya, ada ribuan pelanggaran pemilu.
- Masuk Pensiun, Jabatan Arie Sudewo Di Bakamla Bakal Beralih
- Kalapas Sukamiskin Resmi Jadi Warga Rutan KPK
- Kemlu Rusia Minta AS Bebaskan Maria Butina
Baca Juga
Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo menjelaskan dalam catatan Bawaslu angka terakhir ada sebanyak 3567 pelanggaran.
"Angka tersebut ada yang sumbernya dari laporan, dan yang berasal dari temuan. Ada 2400 pelanggaran masih merupakan temuan," ujarnya dalam acara media gathering dengan tema "Evaluasi Penyelenggaraan Pilkada Serentak 2018" di Belitung, Sabtu (21/7).
Ratna menilai, temuan pelanggaran tersebut sebagai hal positif bahwa jajaran di bawah Bawaslu bekerja. Karena temuan itu hasil pengawasan aktif, termasuk hasil pelanggaran alat peraga kampanye (APK), politik uang, keterlibatan aparat desa, pejabat daerah yang membuat kebijakan yang menguntungkan atau merugikan. Jadi sebagian besar masih berasal dari temuan pengawas pemilu.
Menurut Ratna, dari 3567 pelanggaran, yang terindikasi pelanggaran pidana sejumlah 262. Dari angka ini, yang sampai pada proses di pengadilan dan memiliki kekuatan hukum tetap atau inkrah sebanyak 51 kasus, politik uang tiga kasus yang sudah inkrah, sisanya apa yang telah disampaikan tadi, lebih banyak pada pelanggaran pasal 187 dan 188 UU 10 2016.
"Memang tidak ada satu pun laporan terkait dengan pelanggaran terhadap politik identitas. Memang ada peristiwa yang terjadi di Sumut, misalnya pemasangan baliho berupa ajakan-ajakan agama tertentu untuk memilih calon dari agama tertentu, tapi kemudian dapat kami antisipasi," kata Ratna dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL
Dia menjelaskan, pelanggara yang paling banyak pada pilkada serentak adalah pada tahapan kampanye. Seperti pelanggaran terhadap APK. Selain itu netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam pelanggaran pilkada kali ini dalam catatan Bawaslu cukup tinggi, yaki 721 kasus.
"Memang kalau kita sandingkan dengan data peserta pilkada yang incumbent yang memang ada 300 sekian peserta. Paling tertinggi dari Sulawesi Selatan (Sulsel) untuk pelanggaran ASN. Politik identitas dan politik uang kita bersyukur turun, tapi yang meningkat itu ketelibatan ASN," jelasnya.
Ratna menambahkan, pihaknya percaya diri mengatakan seperti itu, sebab fungsi pencegahan Bawaslu berjalan baik. Seperti melakukan gerakan tolak politisasi SARA yang bekerjasama dengan tokoh lintas agama, dan buat buku tentang pengawasan lintas agama.
"Kedepan kami akan mengadakan pengawasan lintas agama. Jadi menurut saya kinerja kami di Bawaslu sudah sangat maksimal karena belajar dari pilkada DKI yang dampaknya sangat berbahaya. Karena dampaknya juga dirasa diuar DKI, hampir dirasakan seluruh wilayah NKRI," pungkasnya.
- Masuk Pensiun, Jabatan Arie Sudewo Di Bakamla Bakal Beralih
- Kalapas Sukamiskin Resmi Jadi Warga Rutan KPK
- Kemlu Rusia Minta AS Bebaskan Maria Butina