Buka Ruang Pembelajaran Seluas-luasnya untuk Persiapkan Generasi Emas dan Berdaya Saing

Buka ruang pembelajaran seluas-luasnya bagi setiap anak bangsa dengan mengoptimalkan sumber daya semaksimal mungkin untuk mempersiapkan generasi emas dan berdaya saing di masa datang.


"Peningkatan angka putus sekolah selama pandemi maupun disrupsi saat ini menunjukkan kita belum mampu melalui situasi krisis dan ketidakpastian global secara smooth di sektor pendidikan," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, Rabu (7/6).

Laporan BPS menunjukkan angka putus sekolah kembali meningkat pada 2022, setelah mengalami tren penurunan sejak 2016.

Menurut Lestari, fenomena putus sekolah tidak bisa dianggap remeh sehingga dibutuhkan penanganan dan solusi yang serius jika bangsa ini ingin mencerdaskan seluruh anak bangsa, meningkatkan kualitas SDM dan menuju pencapaian kesejahteraan nasional.

Rerie sapaan akrab Lestari berpendapat, putus sekolah dapat disebabkan berbagai faktor yakni ketidakinginan individu untuk melanjutkan sekolah, beban belajar yang terlampau berat, kemalasan, masalah finansial rumah tangga, atau masalah lain yang menyebabkan siswa/i memutuskan tidak melanjutkan sekolah.

Keluarga dan lingkungannya, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, menjadi pemerhati pertama untuk menyikapi persoalan putus sekolah itu.

Pemerintah, tambah Rerie, melalui setiap inisiatifnya mesti memahami bahwa tidak semua anak memiliki kesempatan yang sama dan dukungan sumber daya yang sama dalam mengenyam pendidikan.

Seluruh elemen masyarakat, pemerhati pendidikan dan pemerintah, tegas Rerie, harus memiliki political will dalam mewujudkan generasi emas yang berdaya saing melalui membuka seluas-luasnya kesempatan belajar bagi setiap warga negara.

Kapoksi Komisi X Fraksi NasDem DPR RI, Ratih Megasari Singkarru mengungkapkan pada periode 2012-2023 rata-rata peserta didik hanya mengenyam pendidikan delapan tahun, bahkan di sejumlah daerah tertentu ada yang hanya tujuh tahun. Padahal penerapan wajib belajar selama 12 tahun.

Sejumlah kendala, ujar Ratih, menjadi penyebab kondisi tersebut seperti kondisi ekonomi keluarga, daya tampung sekolah, faktor geografi, pandemi dan pemahaman keluarga tentang pendidikan.

Karena kendala finansial, banyak anak usia sekolah terpaksa bekerja. Selain itu, tambahnya, daya tampung SMA dan SMK yang terbatas menyebabkan tidak mampu menampung seluruh lulusan SMP.

Demikian juga faktor geografis, dengan kepadatan penduduk yang rendah, ujar Ratih, ada biaya tambahan untuk menuju ke sekolah.

Padahal, tegas Ratih, dampak putus sekolah akan menyebabkan IPM rendah, pengangguran dan sulit meningkatkan kesejahteraan.

Ratih berpendapat semakin terintegrasinya data antarkementerian akan sangat membantu mewujudkan proses pendidikan yang tepat kepada setiap anak bangsa yang membutuhkan.