Jakarta - Danantara telah diluncurkan oleh Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, pada Senin (24/02) kemarin yang disiarkan secara nasional dan melibatkan berbagai nama besar di dalamnya. Di dalam konferensi pers, CEO Danantara Rosan Roeslani menyebut seluruh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan masuk ke Danantara.
- Dindagkop UKM Rembang Mulai Lakukan Sosialisasi Pembentukan Koperasi Merah Putih
- Kepenak Ngodene, Jurus Baru Purbalingga Cetak Wirausaha Lokal
- Ketua DPRD Kunjungi Jepara Mulia Furniture Yang Lahir Dari Perantauan Di BLI
Baca Juga
Namun, ada catatan Pusat Studi Air Power (PSAPI) yang diketuai oleh Marsekal Purn Cheppy Hakim. PSAPI adalah suatu badan penelitian dan pengembangan yang mandiri dan memusatkan diri pada perkembangan dan pengamanan siber aviasi di Indonesia.
Dalam keterangan dan pesan tertulis kepada Redaktur RMOLJawaTengah pada Selasa (25/02), wakil dari PSAPI, Nanggala Maladewa, menyebutkan bahwa pihaknya punya concern (kekhawatiran) tentang adanya nama mantan Perdana Menteri Britania Raya di dalam struktur Danantara.
PSAPI secara tegas mengingatkan bahwa pembentukan institusi tersebut juga menimbulkan berbagai resiko yang harus diperhatikan dari berbagai perspektif, seperti investasi, pengawasan, risiko hukum, politik, korupsi, serta yang tidak kalah penting adalah kerahasiaan dan perlindungan data demi keamanan nasional. Pelibatan tokoh asing seperti Tony Blair dalam Dewan Pengawas akan membuat masalah kedaulatan dan keamanan data Indonesia menjadi lebih kompleks.
PSAPI juga mengingatkan terjadinya dinamika yang kurang melibatkan partisipasi legislatif (DPR-RI) dan masyarakat sipil sehingga menambah kerumitan dalam pengawasan dan pengambilan keputusan, yang perlu dipertanyakan dalam konteks undang-undang yang berlaku.
Ada beberapa resiko yang disebut oleh PSAPI dan memerlukan perhatian besar dari semua pemangku kepentingan. Yang pertama adalah resiko investasi, karena Danantara adalah suatu lembaga investasi publik maka kehilangan aset negara adalah salah satu resikonya.
Resiko ke dua adalah resiko pengawasan apabila Danantara mengabaikan posisinya sebagai suatu institusi publik yang mewajibkan transparansi dalam pengelolaan investasi dan pertanggungjawaban dalam operasionalnya.
Resiko ke tiga adalah resiko hukum yang apabila meluas menjadi sengketa hukum maka Danantara akan berhadapan dengan badan yudifikatif asing yang memiliki yurisprudensi di mana suatu kasus hukum investasi dan pelanggarannya terjadi. Sebagai investor yang beroperasi pada tataran dunia, maka Danantara memiliki kemungkinan untuk berhadapan dengan permasalahan hukum, gugatan serta denda dan sanksi apabila dianggap dan diputus melanggar hukum. Dengan demikian, tidak tertutup kemungkinan Danantara akan menjadi subyek hukum yang diatur dan diawasi oleh regulator negara asing.
Resiko ke empat dan ke lima adalah resiko politik dan resiko korupsi yang semuanya berkenaan dengan dinamika kepentingan politik dan penegakan hukum di Indonesia. Tanpa suatu akuntabilitas yang jelas, maka kehadiran Danantara akan menjadi titik terbesar dari kelemahan pengelolaan resiko politik dan penegakan hukum terhadap korupsi yang terjadi.
Sebagai suatu lembaga peneliti dan pengembangan aviasi, PSAPI menekankan terhadap kedaulatan Indonesia, utamanya kehadiran seorang mantan Perdana Menteri Britania yang duduk di struktur Danantara. Kedaulatan negara yang tercermin dari kedaulatan pelindungan data negara yang sensitif (militer), pelindungan data infrastruktur dan keamanan adalah resiko tinggi. Resiko kedaulatan data ini berkelindan juga dengan resiko terhadap keamanan dan pertahanan siber mengingat semua data tersebut akan berada dalam tangan pengambil keputusan di Danantara.
“Meski pun membawa wawasan internasional, keputusan yang diambil (oleh Danantara - red) harus tetap berpihak pada kepentingan nasional Indonesia, terutama dalam hal kerahasiaan data dan keamanan siber. Selain itu, DPR dan masyarakat sipil harus diberi ruang yang lebih besar untuk berperan aktif dalam mengawasi pengambilan keputusan, memastikan transparansi, dan menjaga agar undang-undang tetap menjadi landasan utama dalam melindungi kepentingan bangsa,” pungkas Nanggala Maladewa.
- Dindagkop UKM Rembang Mulai Lakukan Sosialisasi Pembentukan Koperasi Merah Putih
- MTI Serukan Pentingnya Masterplan Untuk Integrasi Dan Keberlanjutan
- Terpeleset Masuk Sumur, Lansia Di Mrebet Ditemukan Tak Bernyawa