Demo Tolak Perppu Cipta Kerja Berlangsung Ricuh

Aksi unjuk rasa ribuan mahasiswa di Kota Semarang tergabung dalam Gerakan Rakyat Menggugat (GERAM) di depan kantor Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng Jalan Pahlawan Kota Semarang, Selasa (14/3), berlangsung ricuh.


Massa berunjuk rasa berusaha membobol pagar ditutup dan dihadang oleh kepolisian. Beberapa benda juga terlihat dilemparkan oleh sejumlah mahasiswa ke arah barikade polisi.  

Dalam pantauan, ribuan mahasiswa tiba di lokasi pukul 14.00 WIB berjalan kaki melintasi kantor Polda Jateng. Kedatangan pendemo ini diiringi dengan seruan-seruan aksi penolakan Perppu Cipta Kerja sembari membawa banner. 

 Selain itu ada juga aksi yang dilakukan satu mahasiwa mengenakan kostum layaknya pocong. Usai tiba di lokasi, sejumlah mahasiswa langsung merobohkan pagar kawat berduri yang dipasang kepolisian untuk mencegah massa aksi masuk ke gedung Pemprov Jateng.  

“Pak polisi, tolong dalam dua menit pintunya dibuka. Kalau tidak kami akan paksa masuk,” ujar pengunjuk rasa. 

Meski demikian, kepolisian enggan menuruti apa yang diinginkan oleh pendemo. Hal itu dikarenakan adanya potensi kerusakan fasilitas umum. 

Di lokasi, terlihat kepolisian dari Brimob Polda Jateng dan Polrestabes Semarang menggunakan rompi dan peralatan lengkap menghadang di balik pagar aksi pendemo.

Satu mobil canon water dan satu mobil pengendali massa (Dalmas) juga diturunkan untuk mengantisipasi adanya aksi rusuh saat demo. 

Hingga saat ini, massa sudah membubarkan diri dari lokasi. Sebelum bubar massa sempat membakar pamflet dan poster.

Kedatangan mahasiswa yang tergabung dalam aksi Gerakan Masyarakat Menggugat (GERAM) ini adalah wujud penolakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja yang sebelumnya Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law. 

Koordinator Aksi, Adib Saifin Nu’man menyebut, ada tiga tuntutan dari massa dalam unjuk rasa penolakan Perppu Cipta Kerja itu. Tuntutan pertama yakni adalah meminta DPR RI untuk tidak mengesahkan Perppu Cipta Kerja.

“Padahal jelas dalam putusan Mahkamah Konstitusi tersebut mengamanatkan pada pembentuk Undang-Undang untuk melakukan perbaikan substansi selama kurang lebih dua tahun sebelum UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional permanen. Selain itu, penerbitan Perppu Cipta Kerja juga telah menghalangi adanya partisipasi bermakna dari rakyat dalam perumusan Perppu tersebut. Rakyat dalam hal ini seharusnya berhak untuk didengar hak untuk dipertimbangkan pendapatnya dan hak untuk mendapat penjelasan,” katanya.