Sentra produsen terompet kertas di Desa Ngaglik dan Desa Domas Kecamatan Bulukerto, Wonogiri, kini sunyi, tak lagi terdengar suara terompet bersahutan seperti beberapa tahun lalu.
- Musim Hujan, Kapolres Pekalongan Kota Minta Bhabinkamtibmas Ajak Warga Waspada Bencana
- Polres Grobogan Bantu Sumur Bor Atasi Krisis Air
- Desa Di Banyumas Ini Berdayakan Warga Jadi Tenaga Kesehatan Dadakan
Baca Juga
Pasalnya, kian tahun kian menurun produksinya, bahkan tahun ini tinggal seratusan orang yang masih bertahan.
Hal tersebut terjadi lantaran konsumen lebih memilih terompet impor dari negeri Cina yang bahannya terbuat dari plastik.
Roni Prama, tokoh masyarakat Desa Ngaglik Senin (30/12) petang, menuturkan bahwa dari hasil survei yang dilakukannya dari jumlah penduduk 4.365 jiwa, di tahun 2017 terdapat pengrajin terompet sebanyak 850 jiwa.
Di tahun 2018 turun drastis menjadi kurang dari 200 orang, dan sekarang tinggal seratusan saja.
Mereka yang dulu jaya memproduksi dan berjualan terompet. Kini mulai beralih menjadi pengrajin wayang kardus, buruh tani, buruh srabutan dan ada pula yang menjadi pengrajin dompet berbahan dari kulit sapi atau kerbau.
Tidak sedikit pula yang kini memilih berdagang makanan asongan sperti bakso kuah, pentol bakar,cilok dan lainnya," ungkap Roni.
Saking banyaknya yang beralih profesi, kini kemeriahan suara terompet tidak lagi terdengar. Dulu, bulan-bulan Agustus dan September banyak warga yang lembur membuat terompet sampai tengah malam.
Untuk menandai kalau masih lembur, warga meniup terompet buatannya. Tetangga yang juga masih lembur akan membalasnya. Jadi walau malam nampak meriah karena terdengar suara terompet bersahutan.
Barulah memasuki bulan Oktober, sudah ada warga untuk siap-siap mengemasi terompet buatannya untuk dijual di sejumlah kota besar.
Untuk yang lokasi jualannya jauh, biasanya mereka berangkat lebih awal dengan menyewa truk. Sesampai di kota tujuan, mereka berpencar mencari tempat pangkalan untuk menjual," jelasnya sembari menambahkan untuk yang lokasi jualannya di kota-kota sekitaran Wonogiri, mereka memilih berangkat belakangan.
Giyarto (54) salah satu pedagang terompet asal Bulukerto mengaku pusing atas sepinya penjualan terompet tahun lalu.
Tahun lalu sepi, tidak di Wonogiri saja, teman-teman yang berjualan di kota-kota lain juga sepi. Kalah saingan dengan terompet pabrikan," katanya
Menurut Giyarto, terompet pabrikan harganya lebih mahal tetapi model dan bentuknya menarik. Selain itu, terompet pabrikan cara kerjanya dipompa bukan ditiup. Pembeli lebih memilih terompet pabrikan. Terompet-terompet yang tidak laku, kini masih ada yang sengaja menyimpannya.
- Merasa Didiskriminasi, Warga Kembali Lakukan Aksi Tolak Event di Waduk Kedung Ombo
- Erik Thohir Tinjau Stadion Manahan Pastikan Jadi Lokasi Final Piala Dunia U-17
- Penghujung Tahun, 32 Anggota Polres Tegal Kota Mendapatkan Kado Kenaikan Pangkat