Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus menilai, pernyataan Menteri Pendayagunaan Apartur Negara,Tjahjo Kumolo, yang mendukung sikap KPK tidak memenuhi panggilan Komnas HAM, terkait TWK dan Pemberhentian 75 Pegawai KPK, sebagai pernyataan yang sangat beralasan hukum.
- Ganjar Siap Wujudkan Peningkatan Kualitas Pendidikan
- Gerindra Siapkan Sandi Sebagai Gubernur
- Konsolidasi Pemenangan Capres Ganjar Pranowo di Jawa Tengah, Puan Maharani Terima Tongkat Estafet Kepemimpinan Pemenangan
Baca Juga
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus menilai, pernyataan Menteri Pendayagunaan Apartur Negara,Tjahjo Kumolo, yang mendukung sikap KPK tidak memenuhi panggilan Komnas HAM, terkait TWK dan Pemberhentian 75 Pegawai KPK, sebagai pernyataan yang sangat beralasan hukum.
Pasalnya, TWK masuk dalam domain Eksekutif, di mana kewenangan itu berada pada Kemenpan, BKN, LAN, KASN dan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) menurut UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.
Sedangkan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi, melihat permasalahan 75 Pegawai KPK yang diberhentikan hanya pada perspekstif HAM secara sepotong-sepotong, mereka tidak melihat permasalahan HAM sebagai Pembatasan HAM dan Larangan demi melindungi HAM orang lain.
"Karena itu, saya menilai, desakan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi kepada Presiden Jokowi untuk memanggil, meminta klarifikasi, dan mengevaluasi Tjahjo Kumolo, karena pernyataannya yang mendukung sikap Pimpinan KPK untuk tidak memenuhi panggilan Komnas HAM, adalah sikap yang offside, tidak tahu soal dan bersifat politicking," tegas advokat anggota Peradi itu, dalam pernyataan yang diterima RMOL Jateng, Kamis (10/6).
Petrus menilai, sebagai Menpan, Tjahjo Kumolo sangat berkepentingan dengan persoalan TWK, karena nasib bangsa Indonesia bergantung kepada pelaksanaan tugas 4 (empat) juta lebih ASN sebagai Abdi Negara dan Pelayan Publik.
Karena itu, dalam diri setiap ASN harus melekat Nilai Dasar, Kode Etik dan Kode Perilaku dll., yang nilainya jauh lebih tinggi, karena menyangkut kepentingan strategis nasional, yang berada di pundak Tjahjo Kumolo (Menpan, BKN, LAN, PPK, KASN), dan di pundak Pimpinan KPK, yang wajib dikedepankan, ketimbang nasib 75 Pegawai KPK Nonaktif.
Menurut Petrus, jika persoalan tuntutan 75 Pegawai KPK nonaktif, agar tidak dirugikan akibat alih status kepegawaian KPK menjadi ASN, menurut putusan MK, maka masalahnya bisa saja persoalan tidak dirugikan itu hanya masalah materiil dan imateriil. Untuk itu, dia mempersilakan mereka mengajukan gugatan ke Pengadilan/Pengadilan Industrial atau ke MK.
"Saat ini, 75 Pegawai KPK menuntut hak yang dirugikan dengan Uji Materiil UU KPK ke MK. Menurut saya, langkah ini upaya hukum yang tepat, ketimbang ke Komnas HAM," tegasnya.
Menurut ketentuan pasal 91 UU HAM, kata Petrus, pemeriksaan kasus 75 Pegawai KPK tidak perlu dilanjutkan dan dihentikan, karena beberapa alasan, yakni pertama, materi pengaduan bukan pelanggaran HAM; kedua, terdapat upaya hukum yang lebih efektif; dan ketiga, sedang berlangsung upaya hukum yang tersedia yaitu gugatan ke MK.
Dia menegaskan, Koalisi Masyarakat Antikorupsi, harus paham bahwa HAM yang dijamin dalam UUD 45 dan UU HAM itu, bukanlah sebuah cek kosong yang boleh diisi siapa saja.
Karena sesungguhnya, ketika seseorang menuntut HAM, maka seketika itu juga ia berhadapan dengan Pembatasan HAM sebagaimana diatur dalam pasal 28J UUD 45 dan pasal 73 No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan perundang-undangan lainnya.
Pembatasan HAM itu, kata Petrus, dirumuskan dalam kebijakan Negara berupa Norma, Standar, Kriteria dan Prosedur, sebagaimana diatur di dalam berbagai peraturan perundang-undangan termasuk dalam UU ASN dll., yaitu kalau mau jadi ASN harus TWK, karena menyangkut Nilai Dasar dan Kode Etik dan Kode Perilaku yang menjadi prinsip profesi ASN.
"Karena itu, Tjahjo Kumolo tidak dapat bahkan tidak boleh disalahkan, dia sangat paham dan tahu soal, mana yang menjadi domain Pimpinan KPK, mana domain BKN, LAN, Kemenpan, KSN dan PPK dan mana yang masuk domain Komnas HAM, maka pernyataan YLBHI bahwa Tjahjo Kumolo terkesan anggap enteng dan mengabaikan fakta bahwa TWK tidak sesuai peraturan perundang-undangan, adalah pernyataan asal bunyi," tukasnya.
Petrus menilai, Koalisi Masyarakat Anti Korupsi dan Komnas HAM yang justru bersikap membesarkan soal-soal sepele di luar kompetensinya. [sth]
- Caleg PSI Optimis Kaesang Bisa Dobrak Dominasi Banteng
- Gibran Disebut Sebagai Representasi Generasi Muda di Politik
- Pilkada Kudus Makin Dekat, Dua Cabup Kudus Berlomba Pikat Simpati Rakyat