Dinas Pendidikan Kota Semarang Terapkan Pakaian Adat Semarangan untuk Siswa

Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Semarang bakal menerapkan kebijakan baru bagi siswa SD dan SMP baik negeri maupun swasta, yakni mengenakan pakaian adat Semarangan.


Plt Kepala Disdik Kota Semarang, Bambang Pramusinto mengatakan pemakaian pakaian adat Semarangan rencananya akan dipakai setiap Kamis pada minggu pertama setiap bulannya.

"Kami baru akan membahas, kemarin sempat singgung untuk memakai seragam adat setiap Kamis minggu pertama," kata Bambang, Rabu (9/8).

Kebijakan tersebut, lanjut Bambang, adalah tindak lanjut dari Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 50/2022 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.

Secara umum, ia mengatakan jajaran kepala sekolah sudah menyetujui rencana kebijakan tersebut. Sementara pakaian yang dipilih adalah pakaian khas Semarangan. Namun pihaknya mengaku akan mematangkan lagi rencana tersebut.

Bambang menyampaikan dengan pemakaian pakaian adat Semarangan ini sudah diawali dari jajaran aparatur sipil negara (ASN). Pemakaian pakaian adat tersebut juga digunakan oleh para guru sehingga akan diperluas hingga peserta didik.

"ASN kan sudah pakai (pakaian adat) Semarangan, nanti guru-guru, termasuk muridnya juga," bebernya.

Secara prinsip, ia mengatakan kebijakan tersebut dipastikan tidak akan memberatkan orang tua siswa yang tidak mampu, apalagi soal seragam sekolah sudah ada surat edaran dari Disdik.

Sebelumnya, Disdik Kota Semarang sudah mengeluarkan Surat Edaran (SE) bernomor B/12846/PK.03/VII/2023 tentang pengadaan seragam sekolah yang melarang kewajiban membeli seragam dari sekolah.

"Prinsipnya kebijakan jangan sampai memberatkan orang tua (siswa) yang tidak mampu, sampai harus beli pakaian Semarangan, dan sebagainya. Implementasinya seperti apa, kami akan bahas lagi," tuturnya.

Bambang menyebut dalam minggu ini pihaknya akan membahas hal tersebut bersama jajaran kepala sekolah terkait dengan rencana penggunaan pakaian adat baik bagi sekolah Negeri dan Swasta.

"Jadi, kami kan sudah buat SE yang namanya seragam tidak boleh dikoordinir-dikoordinir. Apalagi, kalau seragam OSIS. Kecuali, memang ada seragam khusus, seperti batik dan olahraga," jelasnya.

Disdik, lanjutnya, untuk seragam khsuus juga sudha ditegaskan bahwa sekolah tidak akan memaksa orang tua siswa apalagi meminta orang tua melunasinya secara langsung.

"Jadi, kapan orang tua (siswa) punya duit, baru beli. Kalau perlu, bisa dicicil. Jangan sampai ada pewajiban yang membuat orang tua kebetukan tidak mampu kemudian merasa keberatan," paparnya.

Tak terkecuali untuk pakaian adat Semarangan, ia menegaskan jika sekolah juga tidak boleh memaksa orang tua siswa untuk membelinya.

"Misalnya orang tua (siswa) tidak mampu belum bisa beli (pakaian adat Semarangan), ya tidak apa-apa. Jangan ditegur. Kami inginnya luwes saja," tandasnya.