DPRD Kota Semarang Soroti Masalah Pertanahan dan Kebocoran Program PTSL

Benediktus Narendra Keswara, Anggota Komisi A DPRD Kota Semarang. Umar Dani/RMOLJawaTengah
Benediktus Narendra Keswara, Anggota Komisi A DPRD Kota Semarang. Umar Dani/RMOLJawaTengah

Banyaknya keluhan masyarakat terkait masalah pertanahan di Kota Semarang mendapat perhatian serius dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang. Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang telah berjalan selama 3-4 tahun dengan anggaran mencapai Rp25 Miliar masih menemui berbagai kendala.


Benediktus Narendra Keswara, anggota Komisi A DPRD Kota Semarang, mengungkapkan bahwa meski pun anggaran besar telah dikucurkan untuk program PTSL, kebocoran tetap terjadi, merugikan masyarakat. 

"Anggaran yang besar seharusnya tepat sasaran. Kasihan masyarakat yang tidak bisa menikmati hasilnya," ujar Narendra saat ditemui wartawan akhir pekan lalu.

Narendra menjelaskan, meski di setiap kelurahan telah dibentuk panitia pengurusan PTSL, keluhan dari masyarakat masih banyak. "Ini ada apa sebenarnya di kelurahan?" tanyanya.

Menanggapi hal ini, anggota legislatif dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) berinisiatif mendirikan Posko BNK (Benediktus Narendra Keswara) untuk membantu masyarakat mengatasi permasalahan tanah. 

"Kami akan membuka posko BNK untuk mengatasi keluhan dan permasalahan masyarakat di Kota Semarang," kata Narendra.

Posko BNK didirikan sebagai upaya menjawab keluhan masyarakat, terutama terkait pengurusan program PTSL.

 "Pendirian ini merupakan bentuk kepedulian kami untuk membantu masyarakat dalam mengatasi berbagai masalah seperti tanah, kendala sekolah, dan lain-lain," ujar Narendra yang didampingi Bangkit Mahanantyo, Tim Hukum PSI Kota Semarang.

Bangkit Mahanantyo menambahkan, pendirian posko ini bukan sekadar teori. Sudah ada beberapa permasalahan masyarakat yang berhasil diselesaikan.

"Contohnya di Kelurahan Ngemplak Simongan, Semarang Barat, ada dua bidang rumah yang tidak bisa mengajukan PTSL. Setelah ditelusuri, ternyata ada rencana untuk menjadikan dua bidang rumah itu akses jalan untuk kepentingan privat. Setelah kita proses secara hukum, dua bidang rumah itu akhirnya memperoleh sertifikat hak milik," jelasnya.

Menurut Bangkit, ada indikasi permainan dari Tim Ajudifikasi di kelurahan atau panitia program PTSL.

"Karena pemilik dua bidang rumah itu melawan, akhirnya terkuak praktik-praktik yang merugikan masyarakat," pungkasnya.