Dugaan Penipuan CPNS Kemenkumham, Kalapas Batang Akhirnya Angkat Bicara

Keluarga korban menunjukkan bukti dugaan penipuan CPNS Kemenkumham
Keluarga korban menunjukkan bukti dugaan penipuan CPNS Kemenkumham

Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Batang, Jose Quelo angkat bicara soal oknum pegawainya berinisial JP yang diduga terlibat dugaan penipuan pencerimaan CPNS Kemenkumham. Ia membenarkan ada pegawainya yang berinisial JP. 


Jose menyebut perkara itu sebenarnya tidak ada hubungannya dengan Lapas Batang. Tindakan itu merupakan perbuatan pribadi JP pada para korban.

"Terkait JP, dari Kanwil Kemenkumhan Jateng sudah ambil tindakan. Dia ditarik ke Semarang, baru beberapa hari lalu. Untuk klarifikasi dan sebagainya," kata Jose saat dihubungi awak media, Rabu (4/9).

Ia menyebut saat perkara itu terjadi, dirinya pun belum menjabat sebagai Kalapas Batang. Perkara itu terjadi pada 2019.

Sebelumnya, Korban, yang identitasnya dirahasiakan, mengalami kerugian hingga ratusan juta rupiah setelah dijanjikan kelulusan CPNS di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Muhammad Husni (29), mewakili keluarga korban, mengungkapkan bahwa sebelum  pensiun ayahnya dijanjikan seorang rekan kerjanya bisa meloloskan adiknya seleksi CPNS Kemenkumham. Rekan kerja ayahnya berinisial JP.

Namun, janji manis tersebut datang dengan syarat, ayah Husni harus menyerahkan uang sebesar Rp 350 juta.

"Ayah saya sempat menyerahkan uang sebesar Rp 245 juta atau 70 persen dari kesepakatan, sesuai permintaan JP. Uang tersebut katanya diserahkan langsung ke seorang pejabat di Semarang," ujar Husni, Senin (19/8).

Penyerahan uang ini bahkan disertai dengan bukti kwitansi tertanggal Mei 2019. Namun, janji JP untuk meloloskan adik Husni dalam seleksi CPNS tak kunjung terealisasi. 

Husni juga menyebut bahwa ayahnya terpaksa menjual aset keluarga berupa tanah demi memenuhi permintaan uang dari JP. Saat adiknya dinyatakan tidak lulus dalam seleksi CPNS, JP berdalih bisa membantu memasukkan melalui jalur belakang.

Lagi-lagi, ada syarat membayar tambahan Rp 5 juta. Uang tersebut, kata JP, digunakan untuk menebus seragam lengkap dengan badge, tanda pangkat, dan sepatu.

Setelah itu keluarga korban resmi melaporkan kejadian tersebut ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Batang, Rabu (21/8). 

Kasi Intel Kejari Batang, Dipo Iqbal, membenarkan bahwa pihaknya telah menerima laporan dari keluarga korban dan akan memprosesnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ia menjelaskan, meskipun harapan keluarga korban adalah mendapatkan kembali uang mereka, kasus ini tetap harus ditangani berdasarkan fakta hukum.

"Secara prosedural, apabila dugaan gratifikasi ini melibatkan Aparatur Sipil Negara (ASN), maka yang bersangkutan bisa dijerat dengan Pasal 11 dan 12 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor)," jelas Dipo. 

Ia menambahkan bahwa pihaknya akan menelusuri lebih lanjut mengenai keterlibatan pihak-pihak lain dalam kasus ini, termasuk kemungkinan adanya korban lain.