Kekhawatiran atas hak-hak perempuan di Afghanistan meningkat sejak Taliban merebut kembali kendali pada Agustus, 20 tahun setelah mereka digulingkan dari kekuasaan oleh kampanye yang dipimpin AS setelah serangan 11 September di Amerika Serikat.
- Turki Tangkap Seorang Tersangka Pelaku Kebakaran Hutan
- Paris AIAS: Puncak Ganasnya Perang Teknologi AI Di Tingkat Global
- Hometown ChaChaCha' TvN Merilis Poster Karakter Shin Min Ah, Kim Seon Ho, & Lee Sang Yi
Baca Juga
Kelompok Taliban mengaku saat ini mereka telah berubah dibandingkan pada pemerintahan 1996-2001, dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL.
Namun, komitmen Taliban mendatangkan skeptisisme tentang seberapa besar mereka akan menghormati hak-hak perempuan ketika pada pekan lalu mereka mengatakan akan membuka sekolah untuk anak laki-laki sementara untuk wanita akan ditunda sampai kondisi aman terkendali.
Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian Malala Yousafzai ikut memusatkan perhatiannya pada masalah tersebut.
Malala, yang pada tahun 2012 pernah terkena tembakan seorang pria Taliban di Pakistan saat pulang sekolah, memohon kepada dunia agar tidak berkompromi pada perlindungan hak-hak perempuan di Afghanistan saat ini.
Perempuan berusia 24 tahun itu mengatakan bahwa dirinya khawatir Taliban akan bertindak seperti yang mereka lakukan ketika mereka berkuasa 20 tahun lalu, meskipun ada peningkatan tajam dalam kesempatan kerja dan pendidikan untuk wanita Afghanistan sejak saat itu.
"Kita tidak bisa berkompromi tentang perlindungan hak-hak perempuan dan perlindungan martabat manusia," kata Malala, dalam pernyataannya selama pidato pada panel pendidikan anak perempuan di Afghanistan di sela-sela Sidang Umum PBB, Jumat (24/9).
"Sekarang saatnya kita berpegang teguh pada komitmen itu dan memastikan bahwa hak-hak perempuan Afghanistan dilindungi. Dan salah satu hak penting itu adalah hak atas pendidikan," lanjutnya, seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (25/9).
Selain Malala, di antara mereka yang berbicara di PBB tentang penderitaan perempuan dan anak perempuan Afghanistan adalah Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez.
"Tidak ada masyarakat yang memungkinkan hanya setengah dari populasinya untuk bergerak maju, dan dengan sengaja membuat setengah lainnya di belakang, yang berkelanjutan," kata Sanchez merujuk pada nasib perempuan Afghanistan.
- Joe Biden Tuding Vladimir Putin Lakukan Genosida di Ukraina
- Joe Biden Cemas Dengan Sebaran Varian Delta Di AS
- PMI di Taiwan Diberi Pelatihan Pemulasaraan Jenazah Secara Islam