Ratusan warga Desa Boja kecamatan Boja saling dorong dan berebut gunungan hasil bumi dalam kirab budaya merti desa dan tradisi syawalan, Selasa (11/06).
- Gelar TCF, Dinas Pariwisata Demak Dongkrak Ekonomi Industri Kecil
- Revitalisasi Pecinan, Pemkot Semarang akan Benahi Kawasan Kelenteng Tay Kak Sie dan Gapura Masuk
- Haul Kiai Surgi, 1.378 Pasukan Kirab Bentangkan Bendera Merah Putih Sepanjang 250 Meter
Baca Juga
Warga rela saling dorong dan berebutan untuk mendapatkan sayuran dari gunungan hasil bumi.
Gunungan hasil bumi berupa sayuran dan buah-buahan ini merupakan bentuk syukur warga atas limpahan berkah dari sang pencipta.
Sebelumnya, dua gunungan diarak keliling desa sejauh lima kilometer dengan iring-iringan pasukan pengawal Nyi Pandansari atau Nyai Dapu.
Kirab budaya NyiPandansari atau Nyai Dapu sebagai bentuk penghormatan kepada Nyi Pandansari yang merupakan tokoh penyebar agama Islam di wilayah Boja.
Ratusan warga menunggu kedatangan gunungan hasil bumi di depan komplek makam Sedapu di kecamatan Boja..
Namun belum sampai di depan komplek makam, warga sudah mulai merangsek dan berebut gunungan hasil bumi meski sudah dihalau panitia.
Warga baik muda maupun tua saling dorong dan rela berdesakan untuk bisa mendapatkan hasil bumi yang diarak dalam tradisi syawalan dan Merti Desa Boja.
Warga hanya ingin mendapatkan berkah dari gunungan hasil bumi yang menggambarkan kemakmuran dan kesejahteraan.
Panitia sendiri merasa kewalahan untuk mencegah warga tidak berebut gunungan hasil bumi ini sebelum prosesi syawalan selesai.
Namun warga yang sudah menunggu lama seakan tidak sabar dan berebut sayuran serta buah-buahan yang ada di gunungan tersebut.
Parni, warga desa Boja, mengatakan, meski harus berdesakan dan saling berebut gunungan hasil bumi ini namun warga senang jika bisa mendapatkan sayuran atau buah-buahan walau sedikit.
Ini saya dapatnya macam-macam, ada ketela, jipang, kupat dan buah. Sayuran ini nanti mau saya masak dan disantap bersama keluarga. Ini berkah dan barokah kalau kita memakannya," katanya.
Begitu juga dengan Riris, warga desa Meteseh, yang sudah menunggu sejak lama hanya untuk mendapatkan sayuran dan buah-buahan yang dikirab.
Saya baru sekali ini ikut rebutan. Tadi berebutan sampai dapatnya cuma kacang panjang seikat dan buah jeruk, ini saya makan jeruknya biar jadi berkah," katanya.
Sementara itu makna dari kirab gunungan hasil bumi ini sebagai bentuk semangat warga untuk saling bergotong royong dan sebagai bentuk ucapan syukur warga desa Boja kepada Tuhan yang Maha Kuasa.
Slamet Riyadi, Kepala Desa Boja, mengatakan, kirab terdiri dari iring-iringan Nyai Pandansari yang menunggang kuda dan diikuti barisan pengawal berpakaian hitam dan putih serta prajurit perempuan.
Nyai Pandasari itu juga adik kandung Ki Ageng Pandanaran ini dan masih melekat di relung hati masyarakat Boja. Beliau ini penyebar agama Islam di wilayah Boja," jelasnya.
Slamet menambahkan kirab ini sebagai bentuk tradisi tahunan masyarakat Boja untuk menghormati, leluhur penyebar agama islam di wilayah ini. Selain itu juga sedekah bumi dengan mengarak gunungan hasil bumi.
Ini sudah menjadi tradisi tahunan desa kami saat syawalan. Kami berharap dengan tradisi merti desa ini, hasil sawah dan kebun kami mejadi melimpah," tambahnya.
Sedangkan Camat Boja, Ripurwanto, mengartikan gunungan hasil bumi sebagai rasa syukur warga atas limpahan berkah yang selama ini diberikan dari sang pencipta.
Ini sebagai bentuk syukur warga atas limpahan rejeki dan sekaligus memperingati acara syawalan," katanya.
Sejumlah tokoh agama dan masyrakat Boja sendiri usai mengikuti kirab dilanjutkan dengan menggelar tahlil di makam Nyi Dapu.
Tradisi syawalan di Boja ini merupakan agenda tahunan dan menjadi wisata religi warga Kendal dan sekitarnya.
- Juru Pelihara Obyek Cagar Budaya di Kudus Didoktrin Perawatan Benda Kuno
- Dinporabudpar Ajak Pelajar SMA/SMK Kenali dan Cintai Blora
- Mbak Ita: Sedekah Laut Bisa Jadi Event Tahunan Pemkot Semarang