Jane (Pilkada Solo) Menarik, Tapi Kurang Greget!

Balai Kota Surakarta (Solo), JawaTengah. Dokumentasi Pemerintah Solo
Balai Kota Surakarta (Solo), JawaTengah. Dokumentasi Pemerintah Solo

NGGAK terasa kita sudah ketemu lagi di kolom yang nyantai, sedikit nyentil tapi penuh arti, bruhh. Nah, mumpung lagi dapat wangsit. Nie, saya tuangkan analisa eh penerawangan saya. Sekali lagi  semua adalah kanca saya, jadi saya hanya  ingin  membahas kelebihan masing-masing pasangan calon (Paslon) dalam Pilkada Solo 2024. Soal kekurangan, tentu masih banyak, dan tim suksesnya yang lebih tahu soal hal itu. 

Allrett, kita mulai dari Paslon Petahana. Kelebihan Pak Teguh Prakosa sebagai Petahana yaitu sederhana dan hampir nggak ada masalah. Bahkan terbilang cukup dekat dengan masyarakat  bawah, serta lumayan dekat dengan kawan-kawan Kadin Surakarta. Sedangkan Bambang Gage, figur ini sepertinya selalu menang lomba blater sehingga kancanya uuwakeh. Selain itu dia juga dikenal sebagai ahli bisnis dan suka memotivasi anak anak muda untuk menjadi sukses. 

Sementara itu, di Paslon sebelah, juga memiliki kelebihan yang tak bisa dipandang sebelah mata. Disini ada Respati Ardi yang diam-diam sepertinya well plan dan lumayan sat set untuk mengambil keputusan. Terbukti, pada saat perebutan kursi Ketua HIPMI Surakarta,  strateginya blusukan ke angggota HIMPI juga terbilang ciamik, bahkan cepat beradaptasi.  

Sedangkan Astrid Widayani jadi satu-satunya kandidat yang paling ayu. Namun punya ide dan gagasan yang uuwakeh atau banyak. Dia juga rajin blusukan seperti pasangannya. Bahkan sejak awal figur yang dikenal sebagai Mbak Rektor ini terus tampil menyemangati UMKM dan akrab dengan para petinggi kampus kampus di Solo dan sekitarnya. Tak berlebihan kalau figur ini berpeluang mencetak sejarah jadi pemimpin wanita di Solo. Selain itu, Astrid juga punya ide Mobile Training yang cukup brilian, dimana ada training keliling memakai mobil.

Ya, memang seh Ardi relatif baru muncul. Terutama di tingkat akar rumput, kalau melihat jumlah RT ada berapa yang harus dikunjungi?  Ya, minimal sehari harus bisa blusukan di 25 titik, nda?

Yesss, secara objektif  dulu Mase berhasil membuat gebrakan atau bahkan lompatan, hanya memang rada angel ditemoni (susah ditemui-red) karena memang suuibuk beneran. Semoga Paslon yang maju dalam Pilkada Solo 2024, terutama nanti yang terpilih akan lebih mudah ditemui oleh semua kalangan. Dan siapa pun kelak yang terpilih, saya siap memberi input dan masukan, terutama soal tourism untuk kemajuan pariwisata Solo.

Di sisi lain, siapa pun kelak yang belum punya gagasan baru, mungkin bisa melalui upaya mempertahankan 17 Titik Prioritas Pembangunan yang sudah dicanangkan oleh pemimpin Solo sebelumnya. Terutama piye upayane untuk melanjutkan dan syukur-syukur bisa menambah prioritas yang lain, hehehe.

Nah, untuk memetakan calon pemilih yang bakal menjadi incaran para Paslon untuk mendulang pundi-pundi suara, ada baiknya untuk mempertimbangkan data demografi pemilih versi BENK Data sesuai kategori pemilih di Kota Surakarta. Dengan strategi yang tepat tentunya harus disesuaikan dengan karakteristik calon pemilihnya.

Generasi Milenial            :             137.673 orang atau 31,36%

Gen-X                                :             128.466 orang atau 29,26%

Gen-Z                                :             90.160 orang atau 20,54%

Baby Boomer                   :             74.819 orang atau 17,04%

Pre-Boomer                     :             7.891 orang atau 1,80%

Sementara itu, ada fenomena yang menarik untuk dicermati, pasca Kota Solo ditinggalkan oleh Mas-e. Dimana harus diakui, bahwa sekarang auranya sudah berbeda dari sebelumnya. Seolah greget dari Pilkada Solo ada yang kurang, meski perang baliho dan billboard sudah mulai terasa disana-sini. Mungkin itulah dinamika. Tapi yang jelas para Paslon harus kerja keras, bagaimana membuat warga (calon pemilih) menjadi respek dan ber-empati.

Dan semoga di Solo tidak dijadikan episentrum pertarungan dua tokoh. Bahkan, yen iso, semua pemangku kebijakan kudu sama-sama menggunakan kearifan lokal. Karena sejatinya seorang Pemimpin harus punya mental memberi solusi, bukan memberi alasan. Jadi buat timses, pekerjaan rumahnya yaitu harus jeli buat empati. Tinggal ngoyak gimana cara mempertahankan yang sudah diraih atau gimana pakai data.

Wes ngono sek, ya. Karena saya bukan pengamat yang terlalu serius, tapi kurang lebih begitulah. Apalagi saya hanya seorang penulis yang honornya sedikit, hehehe. Dan satu lagi, ojo digawe mbentoyong, Nda (jangan jadikan kontestasi terasa berat-red). Keep rawks in gaesss. Wait yaa next time perhaps I’ll be back dengan tulisan-tulisan yang rada beda. Tapi tetap khas bergaya santun, dan lugas. Jangan lupa brohh. Keep Positip n Keep Rawks!

*Benk Mintosih Adalah Pemerhati Kota dan Penggiat