Kebijakan LSD Meresahkan Pengusaha Properti

Bambang Sr, Paguyuban Pengembang Soloraya  dan Wakil Ketua DPD REI Jateng.
Bambang Sr, Paguyuban Pengembang Soloraya dan Wakil Ketua DPD REI Jateng.

Kebijakan tentang Lahan Sawah Dilindungi (LSD) menuai pro kontra. Disisi lain kebijakan LSD untuk menjaga pelestarian lingkungan dan tanaman pangan, namun ada juga yang ternyata bertentangan dengan peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) peraturan Pemda, hingga dinilai merugikan investasi. Seperti yang dirasakan para pengembang properti atau perumahan di Jawa Tengah.


Ada temuan di Jawa Tengah, banyak lahan yang semula kuning berdasar Perda RTRW tiba tiba menjadi hijau, setelah muncul penetapan LSD dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Akibatnya, banyak pengembang tidak bisa membangun perumahan di lahan yang telah dibelinya itu. Bahkan, ada lahan yang semula kuning untuk permukiman, menurut RTRW, tiba tiba berubah jadi hijau untuk pertanian, padahal lahan itu sudah dibangun perumahan dan habis terjual.

"Karena banyak merugikan para pengembang, lebih baik kebijakan LSD dibatalkan saja, di buang saja," kata Bambang Sr dari paguyuban pengembang perumahan Solo Raya, Senin (13/6/2022).

Baik Peraturan Presiden / Perpres Nomor 59 Tahun 2019 maupun Surat Keputusan / SK Kepala BPN Nomor 1589 Tahun 2021 menyebutkan, penetapan peta lahan sawah dilindungi berdasar foto dari satelit, verifikasi lahan, sinkronisasi hasil verifikasi lahan.

Namun yang terjadi di lapangan, kata Bambang, penetapan peta LSD hanya berdasar pada foto satelit. Sementara verifikasi lahan dan sinkronisasi dilakukan belakangan. Hal ini yang menjadi masalah dan dikeluhkan para pengembang.

Selain itu, lanjut Bambang, lokasi / lahan yang masuk peta LSD meski sudah sesuai Perda RTRW bisa dimanfaatkan untuk kegiatan usaha namun harus mendapat persetujuan dari Menteri Agraria Tata Ruang / Kepala BPN.

"Nah, ini berpotensi menjadi sebuah transaksional dan menyalahi konsep kemudahan berusaha yang menjadi salah satu program unggulan Presiden Jokowi," kata Bambang yang juga menjabat wakil ketua DPD REI Jateng.

Selain terkait masalah teknis, kata Bambang, secara regulasi, SK Kepala BPN Nomor 1589 Tahun 2021 yang dijadikan pijakan untuk membuat peta lahan sawah dilindungi (LSD) atau lahan sawah lestari itu juga menyalahi aturan.

Sebab, SK BPN itu mengacu pada UU No. 11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Padahal menurut putusan Mahkamah Konstitusi / MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tertanggal 3 November 2021, tidak diperbolehkan membuat petunjuk juklak dan juknis dari UU Cipta Kerja. Berdasar putusan Mahkamah Konstitusi, SK BPN terkait penempatan peta LSD itu harus dicabut karena batal demi hukum.

"Para pengembang di Solo Raya sebenarnya mendukung pengendalian alih fungsi lahan pertanian sebagai salah satu upaya mensukseskan ketahanan pangan. Tetapi harus melalui mekanisme dan proses yang transparan, akuntabel dan tidak bertentangan dengan Peraturan Perundangan yang lain agar terjadi kepastian hukum dalam berusaha," tegas Bambang, seraya berharap pemerintah lebih bijaksana dalam menjalankan kebijakan LSD.